Ke Kuburan Eyang
Thursday, September 13, 2007
Begitu sampai di Tanah Kusir, hal pertama yang saya lakukan adalah mondar-mandir di tengah kuburan mencari yang mana yang di bawahnya ada eyang saya. Lama nggak ke sini ternyata sudah banyak tetangga baru. Jadi bingung.
Satu menit pertama, masih wajarlah. Lupa itu manusiawi toh? Dua tiga menit, kok nggak ketemu-ketemu juga ya. Perasaan nggak jauh-jauh dari jalan utama. Ah, coba cari terus deh pelan-pelan. Memasuki menit ke-4, saya mulai merasa seperti cucu durhaka, yang bisa lupa kuburan eyang sendiri.
“Cari siapa Mas?” Seorang petugas penjaga kebersihan bertanya. Saya kira dia gerah juga melihat orang mondar-mandir menenteng satu plastik kembang dan sebotol air mawar. Yang menggelikan, nada suaranya tak jauh beda dengan nada suara pramuniaga kalau kita masuk toko.
“Sanyoto.” Saya menjawab pelan dan langsung window shopping lagi.
“Warnanya apa?” (Tuh kan, memangnya saya kelihatan seperti hendak belanja sepatu, sehingga ditanya-tanya warna?)
“Hitam.”
Ngawur berat, soalnya beberapa menit kemudian, saya menemukan sebuah nisan bertuliskan “Sanjoto bin Wignjo Soepartono” yang terbuat dari marmer putih. Benar-benar payah ingatan saya.
Saya pun mencopot sandal di sebelah kuburan dan menjadikan mereka alas duduk. Karena tidak terlalu mengerti tata cara ziarah, saya mulai saja dengan membaca Al-Fatihah. Habis itu Yasin. Lalu tiga serangkai Al-Ikhlas Al-Falaq An-Nas kemudian doa dan tabur kembang + siram air mawar. Saya memilih duduk membelakangi matahari supaya tidak silau.
Nah, ketika sedang membaca Yasin itulah (baru ayat 10an) tiba-tiba terdengar “crek-crek-crek” suara alat pemotong rumput. Ada seseorang memotongi rumput kuburan Eyang!
Di sela-sela ayat saya melirik. Rupanya dia si Abang yang tadi hendak membantu saya mencarikan kuburan Eyang. Hah, baru ketahuan sekarang profesi aslinya. Ternyata dia ini bergerak di bidang jasa pengguntingan rumput kuburan “jika-dan-hanya-jika-sedang-diziarahi”. Saya jadi agak sebal.
Pertama, kegiatan dia itu mengganggu orang mengaji.
Kedua, di kuburan ini tak ada rumput yang perlu dipotong, baik rumput liar maupun nonliar. Kalau saya biarkan lebih lama, yang ada malah bencana. Kuburan Eyang akan nampak seperti orang habis salah potong rambut. Tebal di sana dan tipis di sini. Cucu macam apa yang membiarkan bencana berlangsung depan mata?
Sejenak saya berhenti mengaji dan berkata kepadanya “Mas, nanti aja ya tunggu saya selesai”.
Dia menurut. Dia pergi duduk ke kuburan sebelah, kemudian merokok. Oke. Hilang sudah gangguan.
Lagi-lagi ngawur, soalnya menginjak ayat 30an, datang lagi satu angggota biro jasa lainnya. Kali ini dia berbunyi “srok-srok-srok” dan mengambil wujud tukang sapu. Tanpa menunggu lama, saya terapkan prosedur serupa. “Mas, bisa tunggu sampai saya selesai?”
***
Sabtu 30 Oktober 2004 adalah hari yang saya nanti-nantikan. Hari ini Boulevard edisi 50 selesai dicetak. Siang nanti kami akan pergi mengambilnya ke percetakan, kemudian melipat-lipatnya, supaya siap dijual pada hari Senin. Betapa menyenangkan sekaligus bikin tak sabar.
Tapi ada hal lain yang membuat Sabtu itu tak terlupakan. Pagi-pagi sekali, saya dapat telfon dari Ibu. “Kram, Eyang Kakung sakit. Kamu baca-baca doa ya.”
Sebab masih mengantuk selepas bangun sahur — waktu itu lagi bulan Ramadhan — saya mengiyakan dengan berat mata. Tak berapa lama kemudian, Ibu menelfon lagi dengan inti pesan sama. Lalu telfon lagi. Saya mulai heran mengapa pesan yang sama diulang-ulang terus.
Pada telfonnya yang terakhir, inti pesan berubah. Saya disuruh berangkat ke Depok sekarang juga.
Dari nada suara Ibu, saya menangkap kesan Eyang sedang kritis berat, menghadapi sakaratul maut, sehingga kami keluarganya diminta berkumpul secepat mungkin.
Saya buru-buru pergi ke Metro (rumah Om Agus dan Bulek Kenny) untuk pergi bareng naik kereta api. Sampai di sana saya baru tahu, ternyata bulek saya memang sudah ada di Depok, jadi yang ada di rumah hanya Om Agus saja. Kami berdua pun naik Parahyangan ke Jatinegara.
Selama di kereta saya sedikit heran sebab tidak dapat kabar lebih lanjut. Saya juga heran kenapa Om Agus mukanya datar-datar saja. Tak banyak pembicaraan di antara kami (mungkin karena sama-sama menghadapi kabar buruk dan tak ada satupun yang hendak membincangkan hal itu).
Karena tak sabar, akhirnya saya bertanya, “Jadi sekarang ini Eyang itu lagi sekarat ya om?”
“Loh kamu belum dikasih tahu?”
Dia berbicara seakan-akan saya seorang pejuang kemerdekaan yang belum dengar kabar bahwa proklamasi sudah dibacakan Soekarno.
“Nggak. Adek cuma dikasih tahu supaya pulang buruan. Kirain lagi kritis.”
“Oh, udah nggak Kram.”
Detik itulah saya baru tahu kalau Eyang sudah pergi. Dada saya sedikit nyeri mengingat saya tidak sempat mendoakannya pagi tadi.
***
Yang saya ingat segalanya berjalan lumayan cepat siang itu. Dari Jatinegara kami naik taksi dan ketika sampai, orang sudah ramai sekali. Beberapa bergumam lega karena cucu dan menantu sudah tiba. Rupanya mereka memang tinggal menunggu kami saja sebelum berangkat menguburkan Eyang.
Saya duduk di sebelah jenazah lalu berdoa. Sebentar saja, karena saya tahu panjang-pendeknya doa tidak terlalu berpengaruh, toh proklamasi sudah dibacakan.
Yang mengherankan, Eyang terlihat seperti sedang tertidur saja. Hanya bedanya kali ini dia tidur dalam posisi bersedekap dan dibalut kain putih. Dan kali ini tidurnya panjang, sangat panjang. Dan keningnya terasa dingin saat saya cium.
Jenazah dimasukkan dalam keranda. Sekarang saatnya ke Tanah Kusir.
Kami berangkat berombongan dan dipandu dua motor polisi untuk membuka jalan. Saya naik ambulans di bagian belakang dengan Om Wawan (jadi bertiga dengan Eyang). Sementara Ayah di depan, di samping supir dan petugas Yayasan Kemboja.
Sepanjang perjalanan, Om Wawan dan saya tidak banyak bicara tapi untunglah saya sudah terbiasa dengan keheningan yang menyergap. Saya hanya tinggal mengalihkan pikiran saja ke tempat lain.
Hanya bila keheningan sudah demikian memekakkan telinga dan saya tak bisa tahan lagi, saya mengajak Om berbicara. Selebihnya saya melakukan hal yang sama dengan dia — menatap jalanan lewat jendela dan membiarkan pikiran kami mengunyah keheningan.
Waktu terasa berjalan lambat dalam ambulans.
Sampai di Tanah Kusir, proses penguburan langsung dimulai. Jenazah diletakkan di samping liang lahat, kemudian tiga orang diminta turun ke dalam untuk menerima jenazah dan membaringkannya. Tiga orang itu adalah Om Arya, saya, dan Om Wawan.
Kami menerima jenazah dan menurunkannya perlahan, membaringkannya sedemikian rupa (“mukanya mesti nyentuh tanah”), membuka semua ikatan kainnya, lalu menyempalkan bulatan-bulatan tanah ke bawah Eyang.
Sekarang saatnya Om Arya mengumandangkan azan dan iqomah.
“Allahu Akbar.. Allaaaaahu Akbar!”
“Asyhadualla ilaa ha illallaaaaah!”
Begitulah. Dengan suara tercekik dan paling parau yang pernah saya dengar, Om Arya memaksakan diri azan sambil menahan tangis. Semakin lama dia semakin terlarut emosi dan melakukan keduanya bersamaan, azan sambil menangis. Nadanya pilu sekali. Kasihan dia — sementara dadanya dihimpit sesuatu, dia masih harus terus bersuara.
Persis di sebelahnya, saya gemetar ... Azannya terdengar sangat jelas. Saya tak tahu apa yang membuat azan ini terasa sangat panjang dan bila diingat-ingat, masih saja bikin ngilu sampai sekarang. Sebelum saya sadari air mata saya sudah meleleh.
(Saat menuliskan ini pun mata saya jadi perih)
***
Melihat saya sudah selesai mengaji dan menaburkan bunga + menyiramkan air mawar, si petugas jasa kebersihan “jika-dan-hanya-jika” mendekat. Dia meneruskan kembali pekerjaannya yang tertunda tadi. Crek-crek-crek.
“Katanya warnanya hitam?”
“Iya, saya tadi salah ingat.”
“Maaf Mas ya tadi saya nggak ikut ngaji.”
“Oh nggak papa. Udah Mas, nggak usah diterusin. Rumputnya kan udah rapi.”
Matahari sudah kian meninggi. Baju saya basah oleh keringat (dan kalau pipi saya berair pun sepertinya itu akibat keringat juga deh). Saya berdiri, memakai sandal, dan beranjak meninggalkan Tanah Kusir.
Selang beberapa langkah, saya kembali lagi untuk mengambil gambar buat kenang-kenangan, juga panduan bilamana lupa kelak.
Satu misi selesai sudah untuk bulan Ramadhan tahun ini.
Satu menit pertama, masih wajarlah. Lupa itu manusiawi toh? Dua tiga menit, kok nggak ketemu-ketemu juga ya. Perasaan nggak jauh-jauh dari jalan utama. Ah, coba cari terus deh pelan-pelan. Memasuki menit ke-4, saya mulai merasa seperti cucu durhaka, yang bisa lupa kuburan eyang sendiri.
“Cari siapa Mas?” Seorang petugas penjaga kebersihan bertanya. Saya kira dia gerah juga melihat orang mondar-mandir menenteng satu plastik kembang dan sebotol air mawar. Yang menggelikan, nada suaranya tak jauh beda dengan nada suara pramuniaga kalau kita masuk toko.
“Sanyoto.” Saya menjawab pelan dan langsung window shopping lagi.
“Warnanya apa?” (Tuh kan, memangnya saya kelihatan seperti hendak belanja sepatu, sehingga ditanya-tanya warna?)
“Hitam.”
Ngawur berat, soalnya beberapa menit kemudian, saya menemukan sebuah nisan bertuliskan “Sanjoto bin Wignjo Soepartono” yang terbuat dari marmer putih. Benar-benar payah ingatan saya.
Saya pun mencopot sandal di sebelah kuburan dan menjadikan mereka alas duduk. Karena tidak terlalu mengerti tata cara ziarah, saya mulai saja dengan membaca Al-Fatihah. Habis itu Yasin. Lalu tiga serangkai Al-Ikhlas Al-Falaq An-Nas kemudian doa dan tabur kembang + siram air mawar. Saya memilih duduk membelakangi matahari supaya tidak silau.
Nah, ketika sedang membaca Yasin itulah (baru ayat 10an) tiba-tiba terdengar “crek-crek-crek” suara alat pemotong rumput. Ada seseorang memotongi rumput kuburan Eyang!
Di sela-sela ayat saya melirik. Rupanya dia si Abang yang tadi hendak membantu saya mencarikan kuburan Eyang. Hah, baru ketahuan sekarang profesi aslinya. Ternyata dia ini bergerak di bidang jasa pengguntingan rumput kuburan “jika-dan-hanya-jika-sedang-diziarahi”. Saya jadi agak sebal.
Pertama, kegiatan dia itu mengganggu orang mengaji.
Kedua, di kuburan ini tak ada rumput yang perlu dipotong, baik rumput liar maupun nonliar. Kalau saya biarkan lebih lama, yang ada malah bencana. Kuburan Eyang akan nampak seperti orang habis salah potong rambut. Tebal di sana dan tipis di sini. Cucu macam apa yang membiarkan bencana berlangsung depan mata?
Sejenak saya berhenti mengaji dan berkata kepadanya “Mas, nanti aja ya tunggu saya selesai”.
Dia menurut. Dia pergi duduk ke kuburan sebelah, kemudian merokok. Oke. Hilang sudah gangguan.
Lagi-lagi ngawur, soalnya menginjak ayat 30an, datang lagi satu angggota biro jasa lainnya. Kali ini dia berbunyi “srok-srok-srok” dan mengambil wujud tukang sapu. Tanpa menunggu lama, saya terapkan prosedur serupa. “Mas, bisa tunggu sampai saya selesai?”
***
Sabtu 30 Oktober 2004 adalah hari yang saya nanti-nantikan. Hari ini Boulevard edisi 50 selesai dicetak. Siang nanti kami akan pergi mengambilnya ke percetakan, kemudian melipat-lipatnya, supaya siap dijual pada hari Senin. Betapa menyenangkan sekaligus bikin tak sabar.
Tapi ada hal lain yang membuat Sabtu itu tak terlupakan. Pagi-pagi sekali, saya dapat telfon dari Ibu. “Kram, Eyang Kakung sakit. Kamu baca-baca doa ya.”
Sebab masih mengantuk selepas bangun sahur — waktu itu lagi bulan Ramadhan — saya mengiyakan dengan berat mata. Tak berapa lama kemudian, Ibu menelfon lagi dengan inti pesan sama. Lalu telfon lagi. Saya mulai heran mengapa pesan yang sama diulang-ulang terus.
Pada telfonnya yang terakhir, inti pesan berubah. Saya disuruh berangkat ke Depok sekarang juga.
Dari nada suara Ibu, saya menangkap kesan Eyang sedang kritis berat, menghadapi sakaratul maut, sehingga kami keluarganya diminta berkumpul secepat mungkin.
Saya buru-buru pergi ke Metro (rumah Om Agus dan Bulek Kenny) untuk pergi bareng naik kereta api. Sampai di sana saya baru tahu, ternyata bulek saya memang sudah ada di Depok, jadi yang ada di rumah hanya Om Agus saja. Kami berdua pun naik Parahyangan ke Jatinegara.
Selama di kereta saya sedikit heran sebab tidak dapat kabar lebih lanjut. Saya juga heran kenapa Om Agus mukanya datar-datar saja. Tak banyak pembicaraan di antara kami (mungkin karena sama-sama menghadapi kabar buruk dan tak ada satupun yang hendak membincangkan hal itu).
Karena tak sabar, akhirnya saya bertanya, “Jadi sekarang ini Eyang itu lagi sekarat ya om?”
“Loh kamu belum dikasih tahu?”
Dia berbicara seakan-akan saya seorang pejuang kemerdekaan yang belum dengar kabar bahwa proklamasi sudah dibacakan Soekarno.
“Nggak. Adek cuma dikasih tahu supaya pulang buruan. Kirain lagi kritis.”
“Oh, udah nggak Kram.”
Detik itulah saya baru tahu kalau Eyang sudah pergi. Dada saya sedikit nyeri mengingat saya tidak sempat mendoakannya pagi tadi.
***
Yang saya ingat segalanya berjalan lumayan cepat siang itu. Dari Jatinegara kami naik taksi dan ketika sampai, orang sudah ramai sekali. Beberapa bergumam lega karena cucu dan menantu sudah tiba. Rupanya mereka memang tinggal menunggu kami saja sebelum berangkat menguburkan Eyang.
Saya duduk di sebelah jenazah lalu berdoa. Sebentar saja, karena saya tahu panjang-pendeknya doa tidak terlalu berpengaruh, toh proklamasi sudah dibacakan.
Yang mengherankan, Eyang terlihat seperti sedang tertidur saja. Hanya bedanya kali ini dia tidur dalam posisi bersedekap dan dibalut kain putih. Dan kali ini tidurnya panjang, sangat panjang. Dan keningnya terasa dingin saat saya cium.
Jenazah dimasukkan dalam keranda. Sekarang saatnya ke Tanah Kusir.
Kami berangkat berombongan dan dipandu dua motor polisi untuk membuka jalan. Saya naik ambulans di bagian belakang dengan Om Wawan (jadi bertiga dengan Eyang). Sementara Ayah di depan, di samping supir dan petugas Yayasan Kemboja.
Sepanjang perjalanan, Om Wawan dan saya tidak banyak bicara tapi untunglah saya sudah terbiasa dengan keheningan yang menyergap. Saya hanya tinggal mengalihkan pikiran saja ke tempat lain.
Hanya bila keheningan sudah demikian memekakkan telinga dan saya tak bisa tahan lagi, saya mengajak Om berbicara. Selebihnya saya melakukan hal yang sama dengan dia — menatap jalanan lewat jendela dan membiarkan pikiran kami mengunyah keheningan.
Waktu terasa berjalan lambat dalam ambulans.
Sampai di Tanah Kusir, proses penguburan langsung dimulai. Jenazah diletakkan di samping liang lahat, kemudian tiga orang diminta turun ke dalam untuk menerima jenazah dan membaringkannya. Tiga orang itu adalah Om Arya, saya, dan Om Wawan.
Kami menerima jenazah dan menurunkannya perlahan, membaringkannya sedemikian rupa (“mukanya mesti nyentuh tanah”), membuka semua ikatan kainnya, lalu menyempalkan bulatan-bulatan tanah ke bawah Eyang.
Sekarang saatnya Om Arya mengumandangkan azan dan iqomah.
“Allahu Akbar.. Allaaaaahu Akbar!”
“Asyhadualla ilaa ha illallaaaaah!”
Begitulah. Dengan suara tercekik dan paling parau yang pernah saya dengar, Om Arya memaksakan diri azan sambil menahan tangis. Semakin lama dia semakin terlarut emosi dan melakukan keduanya bersamaan, azan sambil menangis. Nadanya pilu sekali. Kasihan dia — sementara dadanya dihimpit sesuatu, dia masih harus terus bersuara.
Persis di sebelahnya, saya gemetar ... Azannya terdengar sangat jelas. Saya tak tahu apa yang membuat azan ini terasa sangat panjang dan bila diingat-ingat, masih saja bikin ngilu sampai sekarang. Sebelum saya sadari air mata saya sudah meleleh.
(Saat menuliskan ini pun mata saya jadi perih)
***
Melihat saya sudah selesai mengaji dan menaburkan bunga + menyiramkan air mawar, si petugas jasa kebersihan “jika-dan-hanya-jika” mendekat. Dia meneruskan kembali pekerjaannya yang tertunda tadi. Crek-crek-crek.
“Katanya warnanya hitam?”
“Iya, saya tadi salah ingat.”
“Maaf Mas ya tadi saya nggak ikut ngaji.”
“Oh nggak papa. Udah Mas, nggak usah diterusin. Rumputnya kan udah rapi.”
Matahari sudah kian meninggi. Baju saya basah oleh keringat (dan kalau pipi saya berair pun sepertinya itu akibat keringat juga deh). Saya berdiri, memakai sandal, dan beranjak meninggalkan Tanah Kusir.
Selang beberapa langkah, saya kembali lagi untuk mengambil gambar buat kenang-kenangan, juga panduan bilamana lupa kelak.
Satu misi selesai sudah untuk bulan Ramadhan tahun ini.
46 Komentar:
perjalanan dalam 2 hari 2 malam : bandung - ancol - tanah kusir - kalibata - monas - bandung. hehe.
anw, senang baca posting baruu.
makasi buat ceritanya kram...
^_^
bacanya aja bikin saya terharu..
nicely written..
Bat, untuk cerita kali ini cuma yang di Tanah Kusir. Yang lainnya belum. Eh btw itu kan perjalanan rahasia, jangan bilang-bilang dong :)
Terimakasih kembali Dinda, maaf ya kalo terlalu panjang.
Oktavina, terimakasih sudah mampir :D
sedih..
tapi doa lu ga boleh berhenti.
cukup nafas dia aja yang berhenti.
ok bos?
huwaaaaaaaaaaa...
sedih
jd inget kakek..
iya, km hebat critanya :)
waduh jadi inget eyang kakung gw nih... terakhir ketemu sih waktu pamitan mau brangkat sekola. mudah2an entar masih sempet ketemu dengan beliau lagi.
trus mana cerita perjalanan rahasia lainnya? ;p
btw, nama lengkap gw niken prilandita.
Terimakasih Budi dan Pury (makasih juga sudah mampir)
Cerita perjalanan lainnya, masih rahasia Ken. Nantikan tanggal mainnya!
Oke, sudah masuk di "Friends".
Hmm..jadi inget waktu Mbah meninggal...
mo ngucapin terima kasih aja, blog gw sekarang pake tempate dari url yang lu kasih =)
misi berikutnya apa, kram?
iya kram..bagus..jadi pengen nangis..tapi beneran cucu durhaka lu.
trus posting perjalan rahasia ditunggu ya...
hohoho *ketawa culas mode on*
terharu...
Maaf ya Sar mengingatkan ke hal-hal sedih.
Sama-sama Ben.
Misi berikutnya apa? Ya mendapatkan keutamaan bulan Ramadhan dong :)
Ira dan Mas Firman,
Maaf kalo bikin sedih. Oya Mas dah masuk di "Friends" kok.. Waktu itu salah lihat ya? Hehe.
huhuhu....jadi sediiihhh....=')
maaf lahir batin ya kram, smoga misi2 selanjutnya tercapai, amin!
btw kram, template lo ganti lagi ya?
kok atasnya nggantung? perasaan waktu itu udah nempel...
mengikuti ceritamu membawa ke masa silam. menarik sekali. sesekali cerita detailnya kram.
oh ya, jatinegara di mana kram? gua lupa. kalau ngga salah di jakarta ya? hehe...
jadi inget pas gw balik ke aceh liburan kemaren..gw juga kesulitan menemukan makan kakek gw..dan sementara ayah gw mencari2..akhirnya gw menemukan makam kakek gw. padahal...itu makan, di bagian kepala nisannya udah ketutup ama pohon yang setinggi dada gw, terus rumputnya, masyaAllah deh...untung Allah ngebantu gw menemukan tuh makam.
gw jadi kangen kakek gw yang jaraaaaannnggg banget bisa bareng2 gw, berhubung gw di tanah rantau dan jarang banget balik ke aceh. setidaknya beliau lah yang menanamkan banyak hal baik dalam diri ayah gw.
semoga kuburan kakek2 dan nenek2 gw, dan kakek2 dan nenek2 lu juga...dilapangkan ya...amien
Bacanya bikin terharu Kram..
Oiya.. Met puasa ya XD
Seperti biasa, ditinggal bentar komentarnya pasti udah panjang, khas tulisan ikram banget.
Saya jadi inget kakek nih, yang dua-duanya udah meninggal. Yang satu bahkan gak pernah ketemu ama saya, satu lagi meninggal waktu SD, dan saat saya gak terlalu ngerti soal kematian.
Sekarang setelah sadar tiap lebaran gak ada yang ngajarin bikin bungkus ketupat, baru deh kerasa sedih... T_____T
Kram, perih juga nih mata gw bacanya..
Jadi inget aki gw di kampung sono yang lg sakit...
Tengah bulan ramadhan ntar, gw pengen balik kampung dulu ah...
Hehe, thanx kram...nambah lagi nih target ramadhan tahun ini...
BTW, cerita2 gini nih yang gw tunggu...hehe bosen... abis beberapa postingan terakhir lu, kritikan mulu sih ... ^^
Amiin Nad. Makasih..
Iya Din. Kemaren sudah nempel tapi setelah dipikir-pikir, kayanya lebih bagus nggantung (biar mirip lagunya Melly Goeslaw).
Sesekali cerita detailnya bagaimana Rik?
Oya, Jatinegara itu nama stasiun di Jakarta. Lebih dekat ke Depok ketimbang stasiun Gambir.
Wah, hebat banget Mut, bisa ketemu juga. Kalau gua udah putus asa kali :)
Selamat puasa juga Ga :D
Khas apanya Put? Hehe. Sebenernya saya juga jadi nggak enak, karena nggak bisa membalas satu-satu. Payah nih.
Ridwan: Bosan ya? Sori sori :)
Ada dong. Segala yang dimuat, dan yang mensupport blog kita mesti wudah well-copywrighted. Kayak punya Udin tu sebenarnya bisa dilaporkan loh, kan dia berkali-kali posting foto yang tanpa membeli hak cipta. Tp rahasia ya.
kram, gw ikutan komen tentang batari di blog temannya..gpp kan? =)
ikutan ngasih komentar ah..
pantesan saya pulang macet banget, rupanya ikram [dan banyak lagi yang lainnya] nyekar ke tanah kusir...
habisnya gw kangen banget ama kakek gw! seumur hidup gw bener2 ngerasain ada kakek gw cuma 3 atau 4 kali, kram...hikz
Kram, ceritanya bikin gw sedih.
Terharu. Gw juga udah kehilangan Eyang gw, tapi ceritanya ga sedramatis itu..
Iya, rahasia aja Fan. Hehe. Menurutku, kasusmu menghapus kredit si pembuat blog, masalah etika semata sih.
Mereka sudah susah-payah mengoprek supaya template Wordpress bisa dipakai di Blogger, alangkah baiknya jika kita tuliskan di footer (singkat saja) hehehe.
Nggak papa kok Ben :)
Boodee: ikutan menjawab komentar ah..
Isnuansa: iya benar, macet sekali hari Minggu kemarin itu. Hari libur terakhir menjelang Ramadhan sih, orang-orang pada ziarah semua.
Oh gitu Mut, aduh maaf ya bikin sedih.
Buat Bram juga: maaf ya bikin sedih.. Tapi memang pengalaman di dalam liang lahat itu membekas sekali..
ikramm.. postingan ini baguss banget!! saya suka..
sukses yaa ama misi ramadhannya!!=)
-anggun-
Hiks, hiks, hiks :)
Kram, Arya Gunawan teh paman lo?
Hah, ceuk saha Stan? (ikutan nyunda).
Terimakasih Anggun.. Echi udah dong nangisnya haha.
Mata gue jadi ikutan perih Kram.. inget eyang juga... Another sight of Ramadhan post. Terharu :)
Oya.. sama kayak Beni.. gue dah ganti template. ambil dari link dan petunjuk yang lo kasih. Thanks banget ya :)
Semoga amalan Ramadhan kita semua inspiratif, membawa kita jadi manusia yang lebih baik.
Hiks..
Sedih.
Jadi inget mendiang kakek dan nenek..
Ngmg2, anak ITB ya? Saya juga.. :)
aku terharu mas....
oya mas...mkcih yach atas ptunjuk templet_nya...
bloger gw skrg dah OK nch..!?!
makacih...makacih....
kisah yang...gimana ya...*speechless*
Terakhir, pas nenekku meninggal, aku lagi mo EBTANAS. Sebelum beliau eninggal dulu,aku bisa dibilang buat salah sama beliau. Kecewa berat karena sampai beliau meninggal,aku belum sempat minta maaf. Ya,paling nggak,sekarang sudah seagama sema beliau *sama-sama muslim* jadi doa ga akan terputus kan..semoga nenekku,kakekku,adikku,eyangmu,orang-orang yang kita cintai yang telah meninggalkan kita lebih dulu,diberikan tempat yang layak di sisi-NYA.amin.
Hayo...pada buat targetan selama Ramadhan ga?
IKRAM:sorry banget ya,aku malah numpang nge-blog di sini...
Mmm..
Baru aja..
tanggal 1 Ramadhan kmrn (Kamis, 13 Sept 07)
mbah kakung meninggal..
Pdhl tgl 8 Sept-nya masi ktemu di nikahan sepupu di Smg..
Mlm itu jg, plg kantor lgsg brgkt ke jawa..
Kl Ikram masih tepat waktu utk menguburkan Mbah,
sayangnya aku ga sempet Kram..
Huff..
jd makin inget sama 'hari nanti'..
dosa diri..
dan Ramadhan kali ini..
***
Your story..
so deep.. it's truly inspiring..
Just love to read it..
(i always do)
Thanks ya Ikram..
*terdiam, termenung haru
ceritanya mengharukan..
jadi inget waktu kakek rahmi meninggal.. ga sempet nengok waktu beliau di rumah sakit, padahal udah diingetin berkali-kali supaya jangan lupa nengok.. nyesel.. T_T
btw, salam kenal ikram..
-rakhmi ramdhani-
hay ikram...
minggu kedua ramadhan, nenek saya meninggal
dan jadi makin menyedihkan karena saya ga sempet terlalu mengenal dia
suskes magangnya
-cimot-
usaha laundry , bisnis laundry , deterjen laundry , waralaba laundry , franchise laundry , softener laundry , pewangi laundry
gucci outlet, nike air max, tory burch outlet, oakley sunglasses, prada handbags, ugg boots, louis vuitton, polo ralph lauren outlet, louis vuitton, kate spade outlet, prada outlet, cheap oakley sunglasses, louis vuitton outlet, louis vuitton outlet, oakley sunglasses, ray ban sunglasses, tiffany jewelry, replica watches, michael kors outlet, longchamp outlet, louboutin, burberry, burberry outlet online, michael kors, christian louboutin outlet, ray ban sunglasses, oakley sunglasses, replica watches, oakley sunglasses, tiffany and co, nike free, michael kors outlet, ugg boots, louboutin shoes, ugg boots, uggs on sale, longchamp outlet, nike outlet, louis vuitton, polo ralph lauren outlet, longchamp, michael kors outlet, michael kors outlet, louboutin outlet, nike air max, ugg boots, michael kors outlet
hermes, sac longchamp, new balance pas cher, kate spade handbags, north face, ray ban uk, nike blazer, burberry, nike roshe run, nike free, nike free run uk, oakley pas cher, true religion jeans, coach outlet, sac guess, air jordan pas cher, nike air max, true religion jeans, ralph lauren uk, air max, hollister pas cher, vans pas cher, ray ban pas cher, timberland, abercrombie and fitch, michael kors, tn pas cher, nike air max, converse pas cher, louboutin pas cher, michael kors, lacoste pas cher, mulberry, michael kors, air force, coach outlet, hollister, nike roshe, coach factory outlet, true religion jeans, nike air max, coach purses, lululemon, hogan, michael kors, north face, vanessa bruno, ralph lauren pas cher, true religion outlet, longchamp pas cher
herve leger, soccer jerseys, hollister, new balance, p90x workout, soccer shoes, reebok shoes, ferragamo shoes, valentino shoes, chi flat iron, beats by dre, converse, asics running shoes, jimmy choo shoes, ray ban, instyler, north face outlet, north face outlet, mac cosmetics, ralph lauren, ghd, abercrombie and fitch, nike trainers, longchamp, iphone 6 cases, timberland boots, louboutin, gucci, nike air max, bottega veneta, oakley, birkin bag, wedding dresses, converse outlet, celine handbags, lululemon, mont blanc, babyliss, insanity workout, mcm handbags, nike roshe, nfl jerseys, nike huarache, hollister, nike air max, vans, hollister, giuseppe zanotti, baseball bats, vans shoes
louis vuitton, toms shoes, moncler outlet, canada goose outlet, ugg,uggs,uggs canada, hollister, coach outlet, canada goose, moncler, doudoune canada goose, juicy couture outlet, michael kors handbags, sac louis vuitton pas cher, pandora charms, canada goose, swarovski, louis vuitton, louis vuitton, doke gabbana outlet, wedding dresses, pandora jewelry, ugg boots uk, moncler, juicy couture outlet, swarovski crystal, moncler, lancel, moncler, supra shoes, michael kors outlet, replica watches, louis vuitton, pandora jewelry, ugg,ugg australia,ugg italia, moncler, canada goose uk, thomas sabo, pandora charms, michael kors outlet online, ugg pas cher, marc jacobs, canada goose, moncler, montre pas cher, barbour, canada goose outlet, links of london, barbour jackets, karen millen, canada goose, moncler, bottes ugg