Commitment is about doing whatever it takes.—Anonymous

Buat M Ma'ruf

Sunday, December 18, 2005

Pak Ma'ruf, Muhammad Ma'ruf, Menteri Dalam Negeri saya.
Berapa banyak duit departemen Bapak keluar buat biaya iklan?
Iklan itu loh Pak, iklan kesuksesan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah.
Dibilang di situ (ada foto Bapak juga), 92 persen sukses.
Tapi kok nggak dijelaskan yang sisanya akhirnya diapakan?

Saya kan penasaran.

Bagaimana kalau Bapak menghentikan dulu iklan-iklan yang sudah ada.
Dan duitnya dialihkan buat pasang iklan yang lebih besar!
Yang bisa menjelaskan langkah-langkah departemen Bapak selengkapnya.
Berapa duit habis buat menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah.
Berapa persen yang sukses.
Berapa persen yang gagal (dan diapakan, jangan lupa).
Berapa duit anggaran bikin iklan.
Berapa duit biaya pasangnya.

Dan kalau misalnya ada juga berapa duit anggaran yang dikorupsi...
Wah saya bakal senang sekali Pak!

Saya tunggu ya Pak?
(Jangan ikut-ikut marah dikritik... Saya kan sudah berusaha sesopan mungkin nih).

Saya,
Ikram Putra

PS: Teman-teman saya mungkin ada yang mau menambahkan juga Pak, di kolom komentar di bawah ini. (Yang sopan ya teman-teman, para pejabat kita kan banyak yang dikaruniai kuping tipis).

14 Komentar:

Blogger sawung »
19 December, 2005 00:36  

tipis telinga masih mending dia masih perhatian.
Tebal telinga lebih parah, di cuekin kan ga enak.
Yang lebih parah lagi bilang iya-iya tapi engga didengerin dan diperbaiki

Blogger ikram »
21 December, 2005 09:05  

Bener tuh. Contohnya siapa ya kira-kira ...

Blogger dewihujan »
22 December, 2005 16:54  

Waspada, waspada, kejahatan pun ada di siaran layanan pemerintah!

Anonymous Anonymous »
27 December, 2005 15:28  

Saya bingung melihat anak muda sekarang. Seperti kamulah, Ikram Putra (semoga saja kau merasa terhormat jika kupanggil dengan nama lengkap). Emosi, ya emosi, hanya itu yang mereka punya. Menuntut perubahan, tanpa jelas perubahan ke arah mana yang mereka minta. Menuntut perubahan, tanpa ingin terlibat dalam sejarah. Kau meminta 8% ketidaksuksesan dalam penyelenggaraan PKD, tentu akan kuberikan. Tapi apa kau bisa memberikan sesuatu yang berharga yang bisa menjadikan kesuksesannya 100%? Atau setidaknya dapat menata birokrasi menjadi lebih baik? Kami tidak butuh saran, karena kami percaya, kata-kata hanya berakhir di tempat sampah. Lagipula kau tidak dapat memberikan saran seenaknya, karena kau tidak mengerti bahkan tidak mencoba untuk memahami lingkungan kami, pemerintahan. Mahasiswa sekarang, seperti kau, hanya bisa berkoar-koar, layaknya burung gagak kesetrum listrik di gardu yang salah. Kau hanya bisa memandang di satu perspektif dan tidak ingin sedikit saja memberi waktumu untuk berada di perspektif yang berbeda. Aku tahu mahasiswa. Karena dahulu pun aku mahasiswa. Hingga akhirnya aku belajar mengerti bahwa hidup tak hanya duniaku, ada dunia orang lain yang harus dicoba untuk dipahami. Belajarlah!

Blogger Unknown »
28 December, 2005 11:23  

Pak Ma'ruf, salam kenal Pak.

Saya adalah anak muda yang masih hijau Pak. Jadi saya mau minta penjelasan kepada Bapak yang udah banyak makan asam garam dunia. Bapak bisa menjelaskan maksud kalimat ini Pak?

Kami tidak butuh saran, karena kami percaya, kata-kata hanya berakhir di tempat sampah.

Bukannya saya gak ngerti sih, Pak. Tapi kenapa Bapak bilang 'kata-kata hanya berakhir di tempat samapah'? Kalo memang Bapak berpendapat begitu--dan yang Bapak jalani begitu--berarti kata-kata di iklan itu juga sampah dong? Trus kata-kata yang Bapak katakan selama ini kepada Pak SBY juga sampah dong? Trus semua kata-kata yang pernah Bapak ucapkan di depan bawahan ataupun publik juga sampah dong?

Mohon penjelasannya Pak.

...Lagipula kau tidak dapat memberikan saran seenaknya, karena kau tidak mengerti bahkan tidak mencoba untuk memahami lingkungan kami, pemerintahan.

Pak, saya yang masih mahasiswa ini memang gak ngerti (belum ngerti tepatnya; karena belum pernah menjalaninya) bagaimana susahnya ngurus Departemen Dalam Negeri, apalagi ngurus negara. Tapi saya tau betul ribetnya pekerjaan itu. Saya juga tau betul beban amanah yang harus dipertanggungjawabkan di dunia (apalagi di akhirat). Makanya saya nantinya gak mau sembarangan nerima kerjaan seperti yang Bapak emban kalo saya gak ngerasa mampu. Kalaupun saya ditunjuk, saya cuma bisa bilang innalillahi, trus nangis, nangis, dan nangis karena beratnya tanggungjawab saya. Ngurus RT aja belum tentu semua penduduknya bisa keurus, apalagi negara. Fiuuuh, alhamdulillah saya enggak dapet amanah itu.

Eh, by the way, Ikram gak bilang sedikitpun tentang 'perubahan' seperti yang Bapak bilang.

Menuntut perubahan, tanpa jelas perubahan ke arah mana yang mereka minta...

Dia cuma minta transparansi dan kejelasan dalam langkah-langkah yang Bapak lakukan dalam Depdagri. Kalau Bapak tidak berbuat salah, kenapa Bapak bersikap defensif sekali (saya sangat merasakan itu dalam kalimat-kalimat Bapak)? Kenapa tidak terus terang saja? Atau memang ada masalah yang sedang dihadapi hingga memalukan untuk diedarkan ke umum?

Sekian dulu Pak. Saya sangat mengharapkan tanggapannya. Terima kasih

Blogger ikram »
28 December, 2005 13:58  

Aduh, padahal saya sudah menulis dengan sopan. Masih kurang ya Pak.. Hehe.

Saya, si gagak kesetrum listrik ini, cuma pengen iklan yang lebih jelas.

Terlalu muluk ya keinginan saya?

Yah, tidak semua keinginan mesti dipenuhi memang.

Anonymous Anonymous »
02 January, 2006 19:59  

O, Sherlanova minta tanggapan rupanya! Baiklah, saya akan sedikit berbicara mencoba menjawab segala tanyamu, dan tentu juga memoles kepolosanmu menjadi satu bentuk kesadaran yang memalukan. Semoga.

/Kami tidak butuh saran, karena kami percaya, kata-kata hanya berakhir di tempat sampah./

Pastinya kau pernah belajar bertatakalimat, Sherla. Kau tentunya lulus dalam pelajaran Bahasa Indonesia di Ujian Akhir Nasional dahulu sebelum memasuki dunia perkuliahan, bukan? Dan kau seharusnya menyadari bahwa kalimat di atas utuh dalam satu ikatan erat, hanya disekat kabur oleh dua koma. Kalimat dicipta tidak harus semacam kesimpulan, selayak puisi atau karya sastra lain mungkin, bermetafor, mempermainkan kata, dan butuh otak untuk menafsirnya lebih dalam. Lebih dalam.

Jangan buat saya meragukan kecerdasan identitasmu sebagai mahasiswa, Sherla. Jangan. Jangan buat saya tertawa. Hahaha (maaf, lepas ternyata!) Belajarlah! Hahaha

/Pak, saya yang masih mahasiswa ini memang gak ngerti (belum ngerti tepatnya; karena belum pernah menjalaninya) bagaimana susahnya ngurus Departemen Dalam Negeri, apalagi ngurus negara. Tapi saya tau betul ribetnya pekerjaan itu. Saya juga tau betul beban amanah yang harus dipertanggungjawabkan di dunia (apalagi di akhirat)./

Hebat ya Sherla! Paradoksmu dasyhat, menggugah, membuat hatiku trenyuh, dan ingin menangis. Hiks!

/Makanya saya nantinya gak mau sembarangan nerima kerjaan seperti yang Bapak emban kalo saya gak ngerasa mampu. Kalaupun saya ditunjuk, saya cuma bisa bilang innalillahi, trus nangis, nangis, dan nangis karena beratnya tanggungjawab saya. Ngurus RT aja belum tentu semua penduduknya bisa keurus, apalagi negara./

Utopis gila! Saya jadi mengingat ratusan kalimat di novel Ayat-ayat Cinta yang beraroma sama dengan kalimatmu itu, salah satunya: Bagiku kehormatan istriku adalah segala-galanya, jauh diatas kehormatan diriku sendiri, atau kalimat: Aku paling tidak tahan jika ada perempuan menangis, aku tidak tahan. Kemudian Fahri menangis akibat apapun: bahagia, derita, atau tanpa rasa. Di tiap detak langkahnya, pasti saja dia menangis, dengan atau tanpa alasan jelas. Sinting! Entah, dunia semakin utopis saya rasa. Kembali ke dongeng-dongeng kastil, kisah cinta antara putri dan pemuda desa. Pemuda desa membawa serangkai bunga, lalu berteriak pada putri raja yang menanti kasih di serambi kamarnya: 'O, cintaku, maukah kau menjadi kekasih sejatiku dan merajut cinta dalam jalinan pernikahan abadi?' Cuih!

Apakah seseorang mesti lantang minta sesuatu hal di tengah kondisi yang tidak memungkinkan sesuatu itu terjadi? Kau mesti mempelajari itu, Sherla. Memang, ada kemungkinan Ikram tidak meminta perubahan. Tapi saya membaca jelas dia meminta sesuatu, dan sesuatu itu bukan hal biasa. Jika sesuatu itu terjadi atau muncul maka lahirlah sebuah perubahan. Terkadang, orang menutupi sebuah peristiwa yang menimpa dirinya, yang tak pernah diinginkannya, dengan istilah perubahan. Jadi apa benar perubahan itu selalu mengarah ke arah yang lebih baik? Absurd.

Jika kau merasakan aroma defensif di komentarku sebelumnya, aku merasakan aroma cinta di komentarmu ini. Kau layaknya ksatria yang telah menemukan medan juang. Telah tahu wajah mana yang pantas dicumbu oleh rindumu. Kau begitu membela Ikram, kau begitu bersemangat. Maka teruslah berjuang, Sherla!

Oiya, tidak ada sesuatu yang sebegitu sempurna. Tidak ada sesuatu yang sebegitu ideal. Dan ingat, perjalanan terkadang tidak menemukan kesepakatan dengan harapan.

Blogger Unknown »
03 January, 2006 09:55  

Salam,

Komentar Bapak menarik. Puitis terutama.
(BTW, saya sudah baca Ayat-ayat Cinta itu)

Saya mempertanyakan Kami tidak butuh saran, karena kami
percaya, kata-kata hanya berakhir di tempat sampah.

karena saya heran, kok bisa-bisanya kata-kata hanya berakhir
di tempat sampah? Saya bukannya tidak tahu berbagai
metafora atau makna yang tersirat dari kata-kata itu.
Tapi, kalau Bapak gak bisa ngomong secara eksplisit sama rakyat,
gimana jadinya Pak? Mungkin itu salah satu budaya yang terbentuk
di kalangan pemerintahan ya Pak, berbicara dengan
banyak kiasan? Biar orang awam kurang/malah tidak mengerti
sama sekali maksud sebenarnya?

Maafkan kalau kalimat-kalimat terakhir tadi terlalu tajam dan sinis.
Tapi saya heran lho Pak. Karena saya mempunyai pendapat
bahwa kata-kata itu adalah senjata, yang mempunyai kekuatan luar
biasa (buktinya Bapak banyak menggunakan kata-kata yang 'dashyat'
maknanya). Kok Bapak seperti mengecilkan arti kata-kata? Padahal Bapak
terlihat tahu banyak tentang kata dan sastra. Heran...

Oke, sudah melenceng jauh dari pembahasan utama Ikram. Jadi,
apakah Bapak bisa memberi jawaban atas pertanyaan2 Ikram?
Saya minta Bapak membacanya secara harfiah saja lah pertanyaan2
itu. Tidak usah terlalu rumit dalam memaknainya. Sejujurnya, saya
tertarik untuk mengetahui jawaban Bapak kalau pertanyaan Ikram dibaca
secara harfiah. Jadi saya bukannya ngebelain Ikram, cuma pengen tau juga
jawabannya....

Blogger Unknown »
03 January, 2006 10:03  

Oh, iya, nambah lagi dikit.

Kesadaran yang memalukan Bapak bilang tadi?
Ah, saya nanti kalau punya 'kesadaran', justru
bakal saya gunakan untuk membuat saya bersyukur
karena sudah punya kesadaran (tentu saja yang sesuai
fitrah). Bukannya kesadaran yang memalukan.
Soalnya, malu ada dua:
1) Malu tersipu seperti yang terjadi pada perempuan
2) Malu karena berdosa

Kalau saya punya kesadaran, akan saya gunakan untuk
sedapat mungkin tidak malu karena dosa (bukannya berjuang
untuk tidak berdosa sama sekali lho, dosa kan kadang
bisa tidak disengaja).

Udah ah!

Blogger ikram »
03 January, 2006 13:16  

Tenang, tenang .....

Les, belum tentu ini menteri betulan loh. Gaya bahasanya mirip dengan seseorang ... :)

Berani pakai nama asli, Ma'ruf? Biar saling mengenal.

Anonymous Anonymous »
03 January, 2006 23:36  

Sherla, kau hebat! Jiwa pengkritikmu luar biasa. Terus berjuang, kawan!

Semoga ada semacam langkah nantinya yang mempertemukan kita lebih intim dibanding hanya sekadar lewat komentar di blog Ikram.

Aku benar Ma'ruf, Ikram. Kau tak percaya, ya?

Blogger ikram »
04 January, 2006 16:01  

Hehe.

Blogger Unknown »
06 January, 2006 06:52  

Oho!

Kram, sebenernya, waktu baca komentar 'Pak Ma'ruf', rada-rada mikir juga sih, "Beneran nih Bapak Menteri kita yang berkomentar di blog Ikram?"

Tapi..., siapapun beliau dan apapun yang terjadi, diskusi jalan terus. Apalagi kalo ada yang mengganggu pemikiran.

Eh, btw, jadi mendominasi gini ya? Mhueheheheheh... :D

Blogger Unknown »
08 March, 2017 20:57  


mpressive article dude! Many thanks
http://www.prokr.net/2016/09/anti-black-ants-7.html
http://www.prokr.net/2016/09/anti-black-ants-6.html
http://www.prokr.net/2016/09/anti-black-ants-5.html
http://www.prokr.net/2016/09/anti-black-ants-4.html
http://www.prokr.net/2016/09/anti-black-ants-3.html
http://www.prokr.net/2016/09/anti-black-ants-2.html
http://www.prokr.net/2016/09/anti-black-ants.html

Leave a reply Back to home

tentang saya

tulisan sebelumnya

arsip

IkramPutra©2010 | thanks for stopping by