Sekali lagi tentang “Indon”
Thursday, October 16, 2008
#Untuk mereka yang masih merasa perlu marah dipanggil “Indon”
Saya ingin mengucapkan terimakasih atas tanggapan teman-teman di tulisan sebelum ini. Tidak hanya membikin saya jadi ada bahan menulis, teman-teman telah pula menyumbangkan sebuah debat yang hangat, bersemangat, dan bergeliat kepada blog ini – yang bagian paling kerennya memang terletak di kolom komentar.
Maaf sekali jika saya tidak menanggapi satu-per-satu komentar. Bukan saya lari dari tanggungjawab dan bukan pula saya jenis manusia “Yes Man”. Tapi saya ini tidak punya kemewahan berlama-lama di depan komputer yang terhubung ke Internet. Saya menulis dan memanfaatkan Internet ya di sela-sela pekerjaan kantor. Karenanya, urusan kantor harus didahulukan dong!
(Bohong deng. Sebetulnya sih gara-gara bos saya beberapa hari belakangan sering banget mondar-mandir lewat meja saya hohohoho)
Alasan lain saya tak bisa segera menjawab adalah, karena kebanyakan komentar teman-teman semuanya sama keras. Semuanya seolah berteriak minta perhatian sehingga saya jadi bingung yang mana yang harus dijawab terlebih dahulu. Bingung, tentu saja, sama sekali berbeda dengan lari atau tak mau jawab – bodoh betul sih itu yang nggak bisa membedakan hihihi.
Tapi ah, sekarang setelah berpegangan, bingung saya pun hilang.
Media sama buruknya
Debat ini bermula dari tanggapan Reza di tulisan “Indon(esia!)” yang saya tanggapi. Reza sudah mampir dan menjawab tanggapan saya itu, tapi kalau boleh jujur, jawaban Reza itu rasa-rasanya belum terlalu menjawab.
Coba kita lihat. Reza memulai debat dengan menyatakan editor di Malaysia bermutu lebih rendah daripada Jakarta. Buktinya, kata Reza, tidak ada koran di Jakarta yang menyebut “Aussie” dan “Amrik”. Seumur-umur dia di Jakarta, katanya, dia belum pernah mendengar.
Setelah saya ajukan dua contoh berita di Kompas yang mengandung dua kata itu, yang sekaligus mematahkan argumennya, Reza malah hanya meminta maaf telah lupa menyebutkan bahwa dia sudah pergi lama dari Indonesia untuk bekerja di Malaysia. Hahaha, ini kan jaka sembung naik ojek?
Reza seolah tak mengerti bahwa ke belahan bumi manapun dia pergi, dua berita Kompas itu akan tetap ada. Dua berita yang menjadi bukti bahwa, baik media Malaysia maupun Indonesia sama-sama doyan memenggal, menyingkat, memotong nama negara lain. Dua berita yang menjadi pengingat kita semua bahwa, media kita pun berlaku sama buruknya dengan media Malaysia yang menyingkat “Indonesia” menjadi “Indon”.
Dua berita yang menjadi contoh nyata buat kita sekalian bahwa, dunia tak lantas jadi kiamat ketika nama sebuah negara disingkat.
Saya tak tahu bagaimana dengan Reza, tapi saya sih akan malu hati menuntut media Malaysia menulis nama negara saya dengan utuh – sementara media saya juga melakukan hal yang sama terhadap negara lain. Sama seperti ketika Reza meminta saya membiasakan “menggunakan kata yang benar untuk menyebut sesuatu”, padahal di saat yang sama dia menulis dengan tata bahasa yang bahkan kacau balau. Kalau saya sih malu!
Tapi saya tak tahu bagaimana dengan dia :P
Pengertian dan penggunaan “Indon”
Dalam tanggapannya itu, saya juga menyayangkan Reza tak sempat membikin jelas kedudukannya mengenai asal-usul kata “Indon”. Dia memang bilang dia sepakat dengan saya, bahwa media Malaysia malas menulis utuh “Indonesia” – padahal hanya beda satu huruf dari “Malaysia”. Tapi apakah itu berarti dia sepakat bahwa “Indon” dipenggal dari “Indonesia” dan artinya ya Indonesia? Belum jelas benar.
(Kalau pakai logika sederhana sih, jika dia sepakat media Malaysia pemalas, berarti dia setuju dong “Indon” dipenggal dari “Indonesia”. Dan masalah kami langsung selesai sampai di situ. Tak ada persoalan dengan “Indon” sebab artinya ya “Indonesia”. Tapi Reza mungkin punya logika yang lebih rumit)
Soalnya, dia kemudian masih saja bersikukuh pada pendirian bahwa “Indon” tidak sama dengan “Indonesia”. Dia tetap yakin artinya merendahkan – sebagaimana yang juga dikatakan Pahlawan Devisa dan Rockm4m4. Di Malaysia sana, “Indon” artinya sangat mengerikan!
Dan mereka semua ini – ditambah Anonymous yang belakangan bernama Liv – memakai argumen superdahsyat: Saya tidak menetap di Malaysia sih, sehingga tidak bisa merasakan penghinaan mengerikan itu. Saya dicap sebagai orang sok tahu, membual tentang hal-hal yang saya tidak ketahui benar, dan sok pamer betapa saya punya pikiran terbuka dan jago menulis. Hahahaha.
Please. Jangan memfitnah begitu dong. Saya memang kadang-kadang sok tahu. Tapi pikiran saya jauh dari terbuka dan tulisan saya masih jaaauuh dari bagus. Kalau memang saya menulis bagus, mereka semua kan bisa langsung memahami poin tulisan saya. Tapi kenyataannya tidak tuh :P
Saya memang tidak menetap di Malaysia. Tapi jujur, walaupun saya berada di sana (misalnya ketika Al Jazeera buka lowongan, hehehe) saya tidak akan tersinggung, terhina, terendahkan harga dirinya, jika dipanggil “Indon”.
Argumen “Kalau Ikram tinggal di Malaysia dia pasti juga merasa terhina” adalah argumen yang lemah – sekaligus sok tahu. Sebab, terimakasih kepada Internet, dari sini saya toh bisa membaca dan mengakses arsip berita-berita media Malaysia yang juga memakai “Indon” untuk berita positif. Dan karena saya yakin, “Indon” artinya ya “Indonesia”.
Sepertinya ada baiknya mereka mempertegas dahulu kedudukan mereka. Sepakatkah mereka bahwa “Indon” dipenggal dari – dan berarti – “Indonesia”? Jika sepakat, maka masalah kita selesai sampai disini.
Sebab, mengapa pula orang Indonesia harus marah jika dipanggil Indonesia?
Menghina dan terhina
Sekarang kita masuk ke persoalan penghinaan – bukan lagi soal pengertian dan asal-usul kata. Ada banyak contoh penghinaan menggunakan kata “Indon” yang diajukan teman-teman lewat kolom komentar di tulisan sebelumnya. Misalnya seperti ini:
Itulah mengapa saya katakan, jika memang berniat menghina, orang Malaysia pasti akan menemukan kata apapun untuk menghina. Tidak sekedar “Indon”. Dengan “Indonesia” pun mereka sudah bisa menghina. Jadi tak terlalu berguna jika kita menuntut “Indonesia” ditulis penuh, bukan?
Yang kita perlu lawan adalah penghinaan itu – misalnya dengan balas menjawab “Duh anda kasihan banget sih, kemana aja kok baru tahu ada orang Indonesia bisa bahasa Inggris?”.
Sama halnya dengan ilustrasi orang Indonesia yang ingin menumpang bus tapi tak dilayani oleh supir karena dia tidak punya kembalian. Ketika dia hendak turun, orang Indonesia ini bukannya menekan bel dan malah berteriak “Kiri, Bang!” – si supir dan penumpang lain pun melecehkan dan bergumam “Indon yang bodoh.”
Sebenarnya akan lebih lucu jika orang Indonesia balas menjawab, “Eh bis lo aja yang kuno masih pakai bel. Di negara gua mah semua bisnya udah pake voice command!”
What’s the point of having them saying our country’s name completely? So that they would start saying “Stupid Indonesian”?
Reza, Rockm4m4, Pahlawan Devisa, dan Anonymous yang bernama Liv: Saya tak bisa melihat bagaimana menyebutkan “Indonesia” ketimbang “Indon” akan menyetop mereka dari melecehkan kita. Jadi saya memohon kesabaran kalian untuk memberi argumen tambahan – bukan sekedar “Ikram nggak tinggal di sini sih.”
Kira-kira bagaimana sih strateginya: Apakah jika mereka menyebut “Indonesia” lantas mereka otomatis akan berhenti menghina beberapa kita yang kebetulan tak sehebat mereka?
Saya kira ini juga poin penting dalam debat ini. Awalnya adalah penolakan kata “Indon” oleh masyarakat Indonesia di Malaysia. Saya mencoba memberi PERSPEKTIF bahwa kata itu – “Indon” – sebenarnya tidak bermasalah. Sekarang terbukti kan, bahwa yang bermasalah bukan “Indon”-nya tapi penggunaannya? “The reason behind it.”
Jadi sekali lagi mohon, bantulah saya mendapat PERSPEKTIF serupa dari kalian semua soal mengapa kita harus marah dipanggil “Indon”. Bukan dengan menyerang pribadi, memprovokasi, bertindak sok tahu apa yang akan dipikirkan Eka Soeripto, dll.
Do me a favour. Give us some perspectives here. Please.
Sebab kalau memang mereka ingin menghina, mereka bisa pakai kata apapun untuk melakukan itu – termasuk “Indonesia”. Dan kalau kita memang kebetulan dari jenis yang terhina, kata apapun yang mereka pakai akan selalu bernada penghinaan – termasuk “Indonesia”.
Saya sebetulnya agak sedih melihat perkembangan kasus ini sejak tahun lalu sampai sekarang. Dosen komunikasi FISIP UI Effendi Ghazali, misalnya, sempat menyuruh siswa SMA Madania untuk memanggil “Malon” kepada orang Malaysia – sebagai pembalasan atas panggilan “Indon” kepada kita. Ini kan seumur-umur tidak akan menyelesaikan masalah?
Janganlah kita kasih izin mereka menghina kita dengan memanggil “Indon”, sebab “Indon” toh berasal dari nama negara kita sendiri, Indonesia. Kenapa juga kita harus terhina ketika dipanggil Indonesia? :)
Terimakasih banyak dan senang bisa berdiskusi dengan teman-teman semua.
Salam,
Ikram
Saya ingin mengucapkan terimakasih atas tanggapan teman-teman di tulisan sebelum ini. Tidak hanya membikin saya jadi ada bahan menulis, teman-teman telah pula menyumbangkan sebuah debat yang hangat, bersemangat, dan bergeliat kepada blog ini – yang bagian paling kerennya memang terletak di kolom komentar.
Maaf sekali jika saya tidak menanggapi satu-per-satu komentar. Bukan saya lari dari tanggungjawab dan bukan pula saya jenis manusia “Yes Man”. Tapi saya ini tidak punya kemewahan berlama-lama di depan komputer yang terhubung ke Internet. Saya menulis dan memanfaatkan Internet ya di sela-sela pekerjaan kantor. Karenanya, urusan kantor harus didahulukan dong!
(Bohong deng. Sebetulnya sih gara-gara bos saya beberapa hari belakangan sering banget mondar-mandir lewat meja saya hohohoho)
Alasan lain saya tak bisa segera menjawab adalah, karena kebanyakan komentar teman-teman semuanya sama keras. Semuanya seolah berteriak minta perhatian sehingga saya jadi bingung yang mana yang harus dijawab terlebih dahulu. Bingung, tentu saja, sama sekali berbeda dengan lari atau tak mau jawab – bodoh betul sih itu yang nggak bisa membedakan hihihi.
Tapi ah, sekarang setelah berpegangan, bingung saya pun hilang.
Media sama buruknya
Debat ini bermula dari tanggapan Reza di tulisan “Indon(esia!)” yang saya tanggapi. Reza sudah mampir dan menjawab tanggapan saya itu, tapi kalau boleh jujur, jawaban Reza itu rasa-rasanya belum terlalu menjawab.
Coba kita lihat. Reza memulai debat dengan menyatakan editor di Malaysia bermutu lebih rendah daripada Jakarta. Buktinya, kata Reza, tidak ada koran di Jakarta yang menyebut “Aussie” dan “Amrik”. Seumur-umur dia di Jakarta, katanya, dia belum pernah mendengar.
Setelah saya ajukan dua contoh berita di Kompas yang mengandung dua kata itu, yang sekaligus mematahkan argumennya, Reza malah hanya meminta maaf telah lupa menyebutkan bahwa dia sudah pergi lama dari Indonesia untuk bekerja di Malaysia. Hahaha, ini kan jaka sembung naik ojek?
Reza seolah tak mengerti bahwa ke belahan bumi manapun dia pergi, dua berita Kompas itu akan tetap ada. Dua berita yang menjadi bukti bahwa, baik media Malaysia maupun Indonesia sama-sama doyan memenggal, menyingkat, memotong nama negara lain. Dua berita yang menjadi pengingat kita semua bahwa, media kita pun berlaku sama buruknya dengan media Malaysia yang menyingkat “Indonesia” menjadi “Indon”.
Dua berita yang menjadi contoh nyata buat kita sekalian bahwa, dunia tak lantas jadi kiamat ketika nama sebuah negara disingkat.
Saya tak tahu bagaimana dengan Reza, tapi saya sih akan malu hati menuntut media Malaysia menulis nama negara saya dengan utuh – sementara media saya juga melakukan hal yang sama terhadap negara lain. Sama seperti ketika Reza meminta saya membiasakan “menggunakan kata yang benar untuk menyebut sesuatu”, padahal di saat yang sama dia menulis dengan tata bahasa yang bahkan kacau balau. Kalau saya sih malu!
Tapi saya tak tahu bagaimana dengan dia :P
Pengertian dan penggunaan “Indon”
Dalam tanggapannya itu, saya juga menyayangkan Reza tak sempat membikin jelas kedudukannya mengenai asal-usul kata “Indon”. Dia memang bilang dia sepakat dengan saya, bahwa media Malaysia malas menulis utuh “Indonesia” – padahal hanya beda satu huruf dari “Malaysia”. Tapi apakah itu berarti dia sepakat bahwa “Indon” dipenggal dari “Indonesia” dan artinya ya Indonesia? Belum jelas benar.
(Kalau pakai logika sederhana sih, jika dia sepakat media Malaysia pemalas, berarti dia setuju dong “Indon” dipenggal dari “Indonesia”. Dan masalah kami langsung selesai sampai di situ. Tak ada persoalan dengan “Indon” sebab artinya ya “Indonesia”. Tapi Reza mungkin punya logika yang lebih rumit)
Soalnya, dia kemudian masih saja bersikukuh pada pendirian bahwa “Indon” tidak sama dengan “Indonesia”. Dia tetap yakin artinya merendahkan – sebagaimana yang juga dikatakan Pahlawan Devisa dan Rockm4m4. Di Malaysia sana, “Indon” artinya sangat mengerikan!
Dan mereka semua ini – ditambah Anonymous yang belakangan bernama Liv – memakai argumen superdahsyat: Saya tidak menetap di Malaysia sih, sehingga tidak bisa merasakan penghinaan mengerikan itu. Saya dicap sebagai orang sok tahu, membual tentang hal-hal yang saya tidak ketahui benar, dan sok pamer betapa saya punya pikiran terbuka dan jago menulis. Hahahaha.
Please. Jangan memfitnah begitu dong. Saya memang kadang-kadang sok tahu. Tapi pikiran saya jauh dari terbuka dan tulisan saya masih jaaauuh dari bagus. Kalau memang saya menulis bagus, mereka semua kan bisa langsung memahami poin tulisan saya. Tapi kenyataannya tidak tuh :P
Saya memang tidak menetap di Malaysia. Tapi jujur, walaupun saya berada di sana (misalnya ketika Al Jazeera buka lowongan, hehehe) saya tidak akan tersinggung, terhina, terendahkan harga dirinya, jika dipanggil “Indon”.
Argumen “Kalau Ikram tinggal di Malaysia dia pasti juga merasa terhina” adalah argumen yang lemah – sekaligus sok tahu. Sebab, terimakasih kepada Internet, dari sini saya toh bisa membaca dan mengakses arsip berita-berita media Malaysia yang juga memakai “Indon” untuk berita positif. Dan karena saya yakin, “Indon” artinya ya “Indonesia”.
Sepertinya ada baiknya mereka mempertegas dahulu kedudukan mereka. Sepakatkah mereka bahwa “Indon” dipenggal dari – dan berarti – “Indonesia”? Jika sepakat, maka masalah kita selesai sampai disini.
Sebab, mengapa pula orang Indonesia harus marah jika dipanggil Indonesia?
Menghina dan terhina
Sekarang kita masuk ke persoalan penghinaan – bukan lagi soal pengertian dan asal-usul kata. Ada banyak contoh penghinaan menggunakan kata “Indon” yang diajukan teman-teman lewat kolom komentar di tulisan sebelumnya. Misalnya seperti ini:
“Indon boleh cakap orang putih ke?? Tak mungkin ler! mana ada Indon boleh cakap orang putih?! you ni Filipino kan ?!”Dalam pandangan saya, masalah utamanya tidaklah terletak pada “Indon” melainkan pada penghinaan itu sendiri. Coba kita ganti semua “Indon” menjadi “Indonesia”, hasilnya akan begini:
“Indonesia boleh cakap orang putih ke?? Tak mungkin ler! mana ada Indonesia boleh cakap orang putih?! you ni Filipino kan ?!”Teman-teman bisa lihat kan? Tetap saja bernada penghinaan. Padahal semua “Indon” sudah diganti “Indonesia”.
Itulah mengapa saya katakan, jika memang berniat menghina, orang Malaysia pasti akan menemukan kata apapun untuk menghina. Tidak sekedar “Indon”. Dengan “Indonesia” pun mereka sudah bisa menghina. Jadi tak terlalu berguna jika kita menuntut “Indonesia” ditulis penuh, bukan?
Yang kita perlu lawan adalah penghinaan itu – misalnya dengan balas menjawab “Duh anda kasihan banget sih, kemana aja kok baru tahu ada orang Indonesia bisa bahasa Inggris?”.
Sama halnya dengan ilustrasi orang Indonesia yang ingin menumpang bus tapi tak dilayani oleh supir karena dia tidak punya kembalian. Ketika dia hendak turun, orang Indonesia ini bukannya menekan bel dan malah berteriak “Kiri, Bang!” – si supir dan penumpang lain pun melecehkan dan bergumam “Indon yang bodoh.”
Sebenarnya akan lebih lucu jika orang Indonesia balas menjawab, “Eh bis lo aja yang kuno masih pakai bel. Di negara gua mah semua bisnya udah pake voice command!”
What’s the point of having them saying our country’s name completely? So that they would start saying “Stupid Indonesian”?
Reza, Rockm4m4, Pahlawan Devisa, dan Anonymous yang bernama Liv: Saya tak bisa melihat bagaimana menyebutkan “Indonesia” ketimbang “Indon” akan menyetop mereka dari melecehkan kita. Jadi saya memohon kesabaran kalian untuk memberi argumen tambahan – bukan sekedar “Ikram nggak tinggal di sini sih.”
Kira-kira bagaimana sih strateginya: Apakah jika mereka menyebut “Indonesia” lantas mereka otomatis akan berhenti menghina beberapa kita yang kebetulan tak sehebat mereka?
Saya kira ini juga poin penting dalam debat ini. Awalnya adalah penolakan kata “Indon” oleh masyarakat Indonesia di Malaysia. Saya mencoba memberi PERSPEKTIF bahwa kata itu – “Indon” – sebenarnya tidak bermasalah. Sekarang terbukti kan, bahwa yang bermasalah bukan “Indon”-nya tapi penggunaannya? “The reason behind it.”
Jadi sekali lagi mohon, bantulah saya mendapat PERSPEKTIF serupa dari kalian semua soal mengapa kita harus marah dipanggil “Indon”. Bukan dengan menyerang pribadi, memprovokasi, bertindak sok tahu apa yang akan dipikirkan Eka Soeripto, dll.
Do me a favour. Give us some perspectives here. Please.
Sebab kalau memang mereka ingin menghina, mereka bisa pakai kata apapun untuk melakukan itu – termasuk “Indonesia”. Dan kalau kita memang kebetulan dari jenis yang terhina, kata apapun yang mereka pakai akan selalu bernada penghinaan – termasuk “Indonesia”.
Saya sebetulnya agak sedih melihat perkembangan kasus ini sejak tahun lalu sampai sekarang. Dosen komunikasi FISIP UI Effendi Ghazali, misalnya, sempat menyuruh siswa SMA Madania untuk memanggil “Malon” kepada orang Malaysia – sebagai pembalasan atas panggilan “Indon” kepada kita. Ini kan seumur-umur tidak akan menyelesaikan masalah?
Janganlah kita kasih izin mereka menghina kita dengan memanggil “Indon”, sebab “Indon” toh berasal dari nama negara kita sendiri, Indonesia. Kenapa juga kita harus terhina ketika dipanggil Indonesia? :)
Terimakasih banyak dan senang bisa berdiskusi dengan teman-teman semua.
Salam,
Ikram
32 Komentar:
om ikram, saya io, dari malang...
saya setuju bahwa indon itu tidak bermaksud negatif.
kalau orang malaysia(lebih baik kita juga menyingkat malaysia...jadi malay)mau menghina orang indonesia ya, mereka akan menghina begitu saja.
Lagian orang amerika dan australia nggak marah sama kita kalau kita panggil amrik atau aussie.....
saya akan mendukung om ikram karena om ikram dapat melihat dari PERSPEKTIF yang lain...
top!!!
Terimakasih Io. Aduh tapi saya belum setua itu untuk dipanggil "Om" :)
Fyuhhh..akhirnya Bang Ikram (bukan 'Om' kan? Hehe) turun gunung juga. Awalnya gw semangat membaca komentar-komentar yang masuk. Lama-lama eneg dan bosan, soalya lama-lama malah jadi keluar konteks gitu :)
Btw, gw ingat waktu tahun 2007 lalu ke Malaysia karena teman baik gw mau menikah sama orang Malaysia. Karena kami akan berada di Malaysia bukan cuma sehari-dua hari, teman baik itu mengingatkan kami untuk 'tidak berbicara dengan Bahasa Indonesia kalau lagi di tempat umum, karena kita bakal dipandang rendah'.
But i didn't listen to her, cuek aja, dan merasa nggak ada yang salah dengan berbahasa Indonesia; gw emang WNI kok, hahaha.
Yaaaah, mungkin karena sering berbahasa Indonesia di depan umum kali ya, gw akhirnya merasakan tu yang namanya dipanggil Indon, dimintai nomor telfon, ditawarin masuk hotel (gw lupa kalimat tepatnya, intinya sih 'lo indon jadi notabene lo itu gampangan,' aje gile...), diliatin dari atas sampai bawah karena ngomong Bahasa Inggris (sama pelayan toko), dan berbagai pengalaman tidak menyenangkan lainnya.
Mulanya gw marah dipanggil Indon ini lah itu lah bla bla bla.
Tapi..apa gw marah karena kata Indon-nya?
Nggak tuh, karena gw sadar dan setuju sama perkataan Bang Ikram :) Bukan Indon-nya yang bikin gw kesel dan merasa terhina, tapi-mengutip dari tulisan lo-penggunaannya, 'the reason behind it', hehehe.
Dengan kata lain, nggak ada yang salah dengan kata Indon-emang orang-orang Malaysia yang memakai kata Indon (atau pilihan kata apapun untuk merendahkan gw dan teman-teman gw) yang geblek! Hahaha.
Empat jempol buat Ikram!! Hehe.
Tidak hanya keluar konteks, tapi juga lebih banyak duri dari daging.
Terimakasih telah berbagi pengalaman di sini, Sari.
Btw, "The reason behind it" itu saya kutip dari perkataan Rockm4m4.
Kasih jempol juga dong buat dia?
Ga ah, jempol gw habis. Lagipula gw lebih sering geleng-geleng kepala baca komen-nya, hahaha.
Halo, yang pada diskusi di sini pasti kurang kerjaan atau tidak tahu kalau banyak kerjaan yang lebih penting. Kalian di sini cuma ngomong doang (yang katanya debat, tapi kok cuma hal yang remeh temeh), debat untuk hal yang tidak bermutu (ndremimil dalam bhs jawa).
Pergilah ke pedalaman Papua atau ke pedalaman NTT atau ke Nias atau ke pulau Buru, kalian akan lihat dengan mata kepala kalian sendiri bahwa pekerjaan seabrek di depan hidung kalian. Pekerjaan yang tidak selesai dikerjakan dalam 24jam sehari 365 hari setahun dan dalam puluhan tahun, hanya untuk mengejar ketertinggalan dengan daerah lain.
Indonesia tidak butuh orang yang ngomong doang, Indonesia saat ini butuh orang yang berkarya nyata. Mungkin kalian bisa bilang ngomong juga kerja, memang iya, tapi saat ini Indonesia perlu lebih dari kerja ngomong doang.
Aku masuk ke diskusi ini bukannya ikut larut dalam mainan kalian, tetapi aku ingin menasehati kalian bahwa saat ini jauh lebih penting kerja nyata, pergilah ke daerah sana, kalau hobby ngomong kalian bisa jadi guru, tapi jangan di sini, pergilah ke sana, ke daerah yang tertinggal pembangunannya, kerjalah apa saja daripada di sini ngomong doang. Di daerah banyak kerjaan menunggu, bidang kesehatan, pendidikan, sanitasi, infrastruktur, komunikasi, pertanian, peternakan, transportasi, perekonomian, energi dan masih sangat banyak lagi. Gak iso ditulis kabeh.
Terserah apa respon kalian dengan tulisannku ini, mau ditanggapi atau dicibir terserah, semua tidak akan aku gubris. Setelah nulis ini aku akan kerja lagi meneruskan tulisan disertasiku yang belum juga selesai. Begitu selesai, bisa kusumbangkan untuk daerah lain yang belum terjangkau listrik.
Aku sengaja pakai Anonymous, kalau tidak, respon kalian akan subyektif.
Akhir kata: kalau kalian kerjaannya ngomong doang, kalian tidak diperlukan oleh Indonesia SAAT INI. (Topteto)
Nice comment anonymous...
Jeruk minum jeruk :P
LOL
halo io, kodok amburadul di Malang
aku dari surabaya
kamu masih kecil kok sudah hebat
sudah ikut diskusi anak besar
(Topteto)
Dari pada menyingkat Indonesia menjadi Indon mending disingkat Indo aja deh. Kan lebih menghemat 1 huruf. Atau kalau mau lebih singkat lagi pakai singkatan INA aja deh. Ya tho?
Buat anonymous sebelumnya you are a load of sh!t, yang omong doang ya anda sendiri.
jangan marah dong dikritik ngomong doang
walaupun itu pedas
cobalah cerna,
mungkin dia orang tua (atau tentara)
dari pandangan beliau kan ada benarnya juga
kita-kita yang muda sering banyak bicara
Udah dari dulu gw ingetin Om. Ga sama-sama cerdas, jangan diterusin, malah diterusin.
Prihatin.
gw heran, kram. ketika loe kemarin nanggapi posting SEORANG reza, eh yang nanggepin GERUDUKAN dari forum kakus.
tapi, ketika loe nulis posting yang ditujukan #Untuk MEREKA yang masih merasa perlu marah dipanggil “Indon”, eh.. ga pada nongol.
gw berdoa mereka baik-baik saja, tidak terkena aral ataupun apa.
jika ada yang ingin kontak langsung REZA (untuk COVER BOTH SIDES, say 'hi' atau apapun..), silahkan call: 060166903747
***
ANONIM said: "Dari pada menyingkat Indonesia menjadi Indon mending disingkat Indo aja deh."
pernyataan dia selisih segobang dari omongan di posting sebelumnya: "you can adressed me as INDO ANONYMOUS OR ANONYMOUS (only).."
hehe.. kalian serius mau dipanggil INDO?? OK, coba baca dulu di sini
eh, RALAT. bukan forum kakus, melainkan KASKUS. maaf.. maaf..
abis keduanya hampir mirip, cuman selisih 'es'. :)
BTW, saya pikir saudara reza dkk sudah gak lagi GAMPANG MARAH hanya karena kata 'INDON'
karenanya, mereka bukan lagi pihak yang dimaksud oleh ikram dalam posting ini. amiin..
Sepertinya sudah cukup jelas bung ikram..
Penggunaan kata "Indon" untuk merendahkan orang lain, yang diasosiasikan dengan oknum orang Indonesia yang berkelakuan tidak baik, jelas sekali itu cuma kulit luarnya saja yang hanya buang energi kalau dibahas makin jauh.
Nah, selanjutnya gimana klo ngebahas permasalahan intinya saja bung?
Mungkin bisa melihat dari kacamata internal kondisi Malaysianya sendiri (diskriminasi ras yang masih kental, pertumbuhan ekonomi Malaysia), atau dari permasalahan yang ditimbulkan "oknum" orang Indonesia di Malaysia.
Eh, malah jadi liputan khusus ya? Kerjaan kantornya gimana dong?hehehe
Ditunggu selalu tulisannya =)
Terimakasih Arifin.
Saya kira untuk membahas kondisi Malaysia dari dekat, teman-teman yang tinggal di sana bisa berbagi pengalaman? :)
Heuh...berat....
kram, the most amazing thing nya adalah lo harus bikin 3 postingan untuk menjelaskan maksud lo. (bujug dah! gue yang ngebaca aja udah capee... kayak ngulang kuliah 3 kali)
semoga dengan adanya contoh kasus di postingan terakhir ini, semuanya jadi jelas.
(amiiin... demi kedamaian dunia..)
Anak Kaskus bego pada kemana semua?
Hahahaha.
Gw jg boleh dong anonymous ky mereka.
sepakat sama yasmin.
hahaha.
Hallo Bung Ikram...
Baru kali ini mampir dan kayaknya udah ketinggalan banyak nih, kejar dulu ahh...
*wuuzzz... :)
saya terjumpa blog ini semasa search word "dell 1420"
untuk pengetahuan bapak2 sekalian. malaysian panggil indon sebab mau ringkaskan, bukan untuk menghina.
di malaysia...... indon =indonesia, bangla=bangladesh, siam=thailand..
ok..tq.
Makasih mas, saya coba dulu
ups... ngerasa telat komen, tapi sudahlah... tetep pengen komen...
Sy setuju dengan ikram, kalo memang tujuannya menghina, intinya itu bukan di kata 'indon' tapi di penghinaan itu sendiri.
Dulu saya sempat marah juga dengan penggunaan kata indon, karena saya baca satu blog dari malaysia yang isinya menjelekkan indonesia. Tapi sekitar setahun lalu saya ketemu orang malaysia yang lagi ke sini, saya sedikit ngobrol dengan dia. Dan seperti kata Malaysian, orang malaysia terkadang menyingkat beberapa nama agar lebih ringkas dipakai bercakap. Alasan lain mungkin soal dialek, ama kebiasaan lidah, kayak orang sunda susah banget ngebedain 'z' ama 'j' atau 'p' dengan 'f'. Di tata bahasa sehari-hari mereka memang banyak juga yang disingkat-singkat, murni urusan ngomong santai.
Dan mungkin saya mau komen lagi, saya tak tahu kenapa orang kita musti segitu sensinya ama orang malaysia. Perasaan akhir2 ini kata 'malaysia' dikonotasikan dengan hal buruk atau menghina indonesia. Padahal dari sekian juta rakyat malaysia saya yakin gak semuanya gitu. Ya mungkin kita pun musti mikir lebih positif aja.
'nobody can make you feel inferior without your consent'
halo kram
dah lama nih gue gak mampir ke blog lo
sekalinya mampir, gue langsung baca 3 postingan lo yg isinya berkaitan dengan indon
as always, ur blog is so fun to read
Oh God, udah lama gak mampir, pas liat dua tulisan terakhir:
CAPE DEEEEEH!
Beberapa orang di Malaysia bawa-bawa otot dan emosi ketika membahasa istilah "Indon".
CAPE DEEEHHH....
Tapi ales salut. Baik komentator dari Malaysia maupun Indonesia, baik yang pro istilah "Indon itu positif" dan maupun yang pro "Indon itu negatif", sama2 sudah berlatih dialetika, suatu kegiatan yang sudah lama tidak ales liat di negeri ini akibat digencet oleh diktator.
Salut deh!
Pendapat boleh beda, tapi kita sama2 yakin bahwa (benarkah?) kita bangga jadi orang Indonesia.
gucci outlet, nike air max, tory burch outlet, oakley sunglasses, prada handbags, ugg boots, louis vuitton, polo ralph lauren outlet, louis vuitton, kate spade outlet, prada outlet, cheap oakley sunglasses, louis vuitton outlet, louis vuitton outlet, oakley sunglasses, ray ban sunglasses, tiffany jewelry, replica watches, michael kors outlet, longchamp outlet, louboutin, burberry, burberry outlet online, michael kors, christian louboutin outlet, ray ban sunglasses, oakley sunglasses, replica watches, oakley sunglasses, tiffany and co, nike free, michael kors outlet, ugg boots, louboutin shoes, ugg boots, uggs on sale, longchamp outlet, nike outlet, louis vuitton, polo ralph lauren outlet, longchamp, michael kors outlet, michael kors outlet, louboutin outlet, nike air max, ugg boots, michael kors outlet
hermes, sac longchamp, new balance pas cher, kate spade handbags, north face, ray ban uk, nike blazer, burberry, nike roshe run, nike free, nike free run uk, oakley pas cher, true religion jeans, coach outlet, sac guess, air jordan pas cher, nike air max, true religion jeans, ralph lauren uk, air max, hollister pas cher, vans pas cher, ray ban pas cher, timberland, abercrombie and fitch, michael kors, tn pas cher, nike air max, converse pas cher, louboutin pas cher, michael kors, lacoste pas cher, mulberry, michael kors, air force, coach outlet, hollister, nike roshe, coach factory outlet, true religion jeans, nike air max, coach purses, lululemon, hogan, michael kors, north face, vanessa bruno, ralph lauren pas cher, true religion outlet, longchamp pas cher
herve leger, soccer jerseys, hollister, new balance, p90x workout, soccer shoes, reebok shoes, ferragamo shoes, valentino shoes, chi flat iron, beats by dre, converse, asics running shoes, jimmy choo shoes, ray ban, instyler, north face outlet, north face outlet, mac cosmetics, ralph lauren, ghd, abercrombie and fitch, nike trainers, longchamp, iphone 6 cases, timberland boots, louboutin, gucci, nike air max, bottega veneta, oakley, birkin bag, wedding dresses, converse outlet, celine handbags, lululemon, mont blanc, babyliss, insanity workout, mcm handbags, nike roshe, nfl jerseys, nike huarache, hollister, nike air max, vans, hollister, giuseppe zanotti, baseball bats, vans shoes
louis vuitton, toms shoes, moncler outlet, canada goose outlet, ugg,uggs,uggs canada, hollister, coach outlet, canada goose, moncler, doudoune canada goose, juicy couture outlet, michael kors handbags, sac louis vuitton pas cher, pandora charms, canada goose, swarovski, louis vuitton, louis vuitton, doke gabbana outlet, wedding dresses, pandora jewelry, ugg boots uk, moncler, juicy couture outlet, swarovski crystal, moncler, lancel, moncler, supra shoes, michael kors outlet, replica watches, louis vuitton, pandora jewelry, ugg,ugg australia,ugg italia, moncler, canada goose uk, thomas sabo, pandora charms, michael kors outlet online, ugg pas cher, marc jacobs, canada goose, moncler, montre pas cher, barbour, canada goose outlet, links of london, barbour jackets, karen millen, canada goose, moncler, bottes ugg
jianbin1218
cheap jordans
marc jacobs outlet
tods shoes,tods shoes sale,tods sale,tods outlet online,tods outlet store,tods factory outlet
kobe 9 elite
hollister shirts
hollister
instyler ionic styler,instyler,instyler ionic styler pro
babyliss outlet
converse sneakers
valentino shoes
salomon speedcross 3
ed hardy outlet
nike air foamposite one,foamposite,foamposites,foamposite release 2015,foamposite sneakers,foamposites for sale,foamposite gold
air jordan 4 free shipping
tommy hilfiger outlet
bottega veneta outlet online
yeezys
pandora jewelry
kyrie irving shoes
jordans for cheap
kobe 11
curry 3
adidas stan smith
michael kors handbags
adidas nmd
longchamp bags
asics gel
michael kors outlet online
tn pas cher
jordan pas cher
cheap eyeglasses
rolex watches
michael kors uk
ralph lauren outlet
sac longchamp
occhiali oakley
2018.4.6chenlixiang