Persija Mana?
Tuesday, February 28, 2006
Saya dan Batari sedang dalam perjalanan pulang sore itu. Langit lembayung yang tengah menuju gelap berpadu dengan gerimis yang membasahkan jalan. Kalau sudah begini, jarak pandang saya jadi semakin pendek. Sinar lampu mobil ini soalnya tak segarang lampu angkot atau truk atau mobil lain yang sudah dimodifikasi sehingga terangnya hampir menyamai lampu sorot buat keperluan panggung musik. Saya pun menyetir lebih hati-hati.
Tiba-tiba dari arah berlawanan datang motor-motor bergerombol. Beberapa dari mereka mengambil jalur kami, seperti hendak menghadang saja. Saya refleks meminggirkan mobil dan menjalankannya pelan-pelan. Mereka itu berbaju biru-biru, memakai bandana, dan mengusung bendera yang warnanya senada. Butuh waktu dua detik buat saya untuk mengenali mereka sebagai pendukung Persib.
Saya berpikir jangan-jangan sore ini Persib ada jadwal bertanding. Adalah kebiasaan di kota ini, bahwa para pendukung berpawai keliling kota tiap kali Persib main. Dasar pendukung fanatik, mereka tak soal apa tim kesayangan mereka menang atau kalah. Tapi sore ini Persib lawan siapa?
"Anjing!"
"Hoy, minggir siah, anjing!"
Itu suara-suara yang terdengar dari luar. Batari menyuruh saya ke pinggir -- saya jawab kita ini sudah di pinggir. Lalu beberapa motor lewat lagi di samping kami. Pengendaranya meneriakkan sesuatu dalam bahasa Sunda, tapi tidak jelas (yang bisa dimengerti hanya "anjing" itulah).
Melihat hampir semua mereka memperlakukan kami layaknya musuh, saya jadi curiga ini semua ada kaitannya dengan kenyataan bahwa mobil ini berplat Jakarta. Tapi orang Bandung kan biasanya bersahabat dengan orang Jakarta. Buktinya, meski kerjaan Homo Jakartaensis tiap akhir pekan hanyalah ke Factory Outlet berburu baju dan brownies kukus Amanda, Homo Bandungensis kan tetap saja ramah. Jalanan macet? Ah yang penting PAD.
Jadi, alasan yang paling masuk akal untuk ketidakramahan ini pastilah gara-gara Bandung sedang melawan Jakarta di Liga Djarum. Pasti gara-gara sepakbola. Senior saya cerita, waktu ospek himpunan dulu dia pernah ditampari berulangkali hanya karena berasal dari Jakarta. Yang menamparinya? Dari Bandung. "Maneh ti Jakarta? Aing Persib yeuh.." Plak plak plak.
"Ini kayanya gara-gara mobil kamu platnya 'B' deh Bat," kata saya.
"Emangnya kenapa?"
"Yaa, emang gitu, kalo mereka lihat orang Jakarta mereka marah. Namanya juga orang-orang kaya gini,"
"Anjiiing!"
"BUK!". Itu suara kaca mobil dipukul.
Sampai sini Batari marah. Bersungut-sungut, dia ngomel-ngomel kenapa mobilnya mesti kena pukul. Nggak tau apa asuransi ngurusnya lama, katanya. Marahnya sebenarnya lucu sih, tapi saya tahan ketawa supaya dia nggak tambah marah. Pokoknya dia benar-benar nggak terima dijadikan sasaran kemarahan pendukung fanatik-barbarian semacam ini.
"Sabar Bat, sabar. Kok malah kamu sekarang yang marah-marah,"
"Ya abis apa hubungannya sama mobilku coba?"
"Karena kita orang Jakarta, makanya mereka marah sama kita..."
"Ya tapi kenapa marahnya sama kita? Orang hari ini Persib mainnya lawan Persija?!"
Orang hari ini Persib mainnya lawan Persija?
Lah, Persija kan dari Jakarta, dia juga. Kenapa dia masih nggak ngerti kenapa dijadiin sasaran? Jangan-jangan...
"Loh Bat... Persija itu ya dari Jakarta, emang menurut kamu Ja-nya itu singkatan apa?"
"Nggak tau... Jayapura?"
. . .
(Dan kamu tahu tidak, saya sontak merasa di luar langit makin gelap)
Tiba-tiba dari arah berlawanan datang motor-motor bergerombol. Beberapa dari mereka mengambil jalur kami, seperti hendak menghadang saja. Saya refleks meminggirkan mobil dan menjalankannya pelan-pelan. Mereka itu berbaju biru-biru, memakai bandana, dan mengusung bendera yang warnanya senada. Butuh waktu dua detik buat saya untuk mengenali mereka sebagai pendukung Persib.
Saya berpikir jangan-jangan sore ini Persib ada jadwal bertanding. Adalah kebiasaan di kota ini, bahwa para pendukung berpawai keliling kota tiap kali Persib main. Dasar pendukung fanatik, mereka tak soal apa tim kesayangan mereka menang atau kalah. Tapi sore ini Persib lawan siapa?
"Anjing!"
"Hoy, minggir siah, anjing!"
Itu suara-suara yang terdengar dari luar. Batari menyuruh saya ke pinggir -- saya jawab kita ini sudah di pinggir. Lalu beberapa motor lewat lagi di samping kami. Pengendaranya meneriakkan sesuatu dalam bahasa Sunda, tapi tidak jelas (yang bisa dimengerti hanya "anjing" itulah).
Melihat hampir semua mereka memperlakukan kami layaknya musuh, saya jadi curiga ini semua ada kaitannya dengan kenyataan bahwa mobil ini berplat Jakarta. Tapi orang Bandung kan biasanya bersahabat dengan orang Jakarta. Buktinya, meski kerjaan Homo Jakartaensis tiap akhir pekan hanyalah ke Factory Outlet berburu baju dan brownies kukus Amanda, Homo Bandungensis kan tetap saja ramah. Jalanan macet? Ah yang penting PAD.
Jadi, alasan yang paling masuk akal untuk ketidakramahan ini pastilah gara-gara Bandung sedang melawan Jakarta di Liga Djarum. Pasti gara-gara sepakbola. Senior saya cerita, waktu ospek himpunan dulu dia pernah ditampari berulangkali hanya karena berasal dari Jakarta. Yang menamparinya? Dari Bandung. "Maneh ti Jakarta? Aing Persib yeuh.." Plak plak plak.
"Ini kayanya gara-gara mobil kamu platnya 'B' deh Bat," kata saya.
"Emangnya kenapa?"
"Yaa, emang gitu, kalo mereka lihat orang Jakarta mereka marah. Namanya juga orang-orang kaya gini,"
"Anjiiing!"
"BUK!". Itu suara kaca mobil dipukul.
Sampai sini Batari marah. Bersungut-sungut, dia ngomel-ngomel kenapa mobilnya mesti kena pukul. Nggak tau apa asuransi ngurusnya lama, katanya. Marahnya sebenarnya lucu sih, tapi saya tahan ketawa supaya dia nggak tambah marah. Pokoknya dia benar-benar nggak terima dijadikan sasaran kemarahan pendukung fanatik-barbarian semacam ini.
"Sabar Bat, sabar. Kok malah kamu sekarang yang marah-marah,"
"Ya abis apa hubungannya sama mobilku coba?"
"Karena kita orang Jakarta, makanya mereka marah sama kita..."
"Ya tapi kenapa marahnya sama kita? Orang hari ini Persib mainnya lawan Persija?!"
Orang hari ini Persib mainnya lawan Persija?
Lah, Persija kan dari Jakarta, dia juga. Kenapa dia masih nggak ngerti kenapa dijadiin sasaran? Jangan-jangan...
"Loh Bat... Persija itu ya dari Jakarta, emang menurut kamu Ja-nya itu singkatan apa?"
"Nggak tau... Jayapura?"
. . .
(Dan kamu tahu tidak, saya sontak merasa di luar langit makin gelap)