Jumat malam lalu, Tassia (rekan kerja saya
yang kelewat teliti) dan Tono sengaja tetap berada di kantor hingga jam 12 demi menunggu saya selesai bekerja (kami berbeda shift dan mereka sebenarnya sudah bisa pulang jam 10). Segera setelah halaman 3-2-1 beres diperiksa, kami bertiga pun pergi melanglang buana. Tujuannya? Ke Burger King Sarinah.
Hohoho, inilah proofreaders’ night out sodara-sodara!
Tono dan saya memesan Whopper tapi kalau Tono memilih untuk “upsize”—menambah kapasitas minuman dan bawang bombay goreng tepung seharga tiga ribu rupiah—saya tidak.
Sudah cukuplah pengalaman di A&W Cilandak Town Square bersama Batari, di mana waktu itu saya rasanya mau mati menghabiskan satu liter Root Beer yang dipesan Batari gara-gara tergiur menambah seribu rupiah saja.
Sementara itu, Tassia memesan paket anak-anak yang saya lupa namanya. “Gue nggak begitu lapar,” kata dia waktu saya tanya mengapa dia tidak pesan Whopper juga. Agaknya Tassia menyesuaikan pesanan dengan postur tubuh? Saya kurang tahu pasti.
Yang saya tahu, Burger King malam itu sungguh penuh. Kami mengantri sekitar 20 menit.
Ketika kami sedang mengobrol (maaf, isi pembicaraan kami akan sangat mungkin menyinggung perasaan orang banyak, jadi saya rahasiakan saja ya) tiba-tiba datang seorang bule berkaos hitam. Hmm, rupanya pacar Tassia datang juga. Namanya Danielle. Asli Perancis.
Pembicaraan pun dilanjutkan dengan bertukar bahasa supaya Danielle, yang mengerti Bahasa Indonesia sedikit-sedikit, bisa ikut tertawa hehehe.
Danielle dan saya beranjak keluar hendak merokok, sementara Tassia dan Tono tetap di meja. Tapi tak lama kemudian, mereka berdua menyusul. Wah, saya sampai lupa. Rupanya sudah saatnya berfoto bersama :P
Tassia dan Tono, kapan-kapan kita bikin proofreaders’ night out lagi ya! Sayang sekali dengan jam kerja *dan kesibukan* seperti sekarang, kita tidak punya banyak pilihan selain pergi ke restoran yang buka 24 jam. Hehehe.
PS. Ngomong-ngomong, saya sudah cerita belum sih kalau nama aslinya Tono adalah Ari Patria Asmara? Well, ceritanya lumayan panjang. Supaya singkat, ini saya ceritakan dua versi saja:
Versi 1.Pada suatu malam Ari Patria Asmara sedang di kantor. Dia duduk manis di mejanya, menunggu halaman untuk diperiksa. Saat itulah, seorang pemuda-berkacamata datang mendekat mengajaknya berkenalan. “Ikram,” kata si pemuda-berkacamata.
“Ari,” jawab Ari sebagaimana biasa. Tapi balasan Ikram sungguh aneh.
“Loh, katanya namanya Tono?”
“Kata siapa?”
“Kata ... Eh nggak jadi deh. Jadi nama lo Ari ya.”
Sejak saat itu hingga berminggu-minggu setelahnya, Ari hanya bisa bingung mengapa orang-orang di sekelilingnya memanggil dia dengan sebutan “Tono”.
Versi 2.Pada suatu malam Ikram Putra datang ke kantor. Dia hendak duduk manis di mejanya, menunggu halaman untuk diperiksa. Tapi dia melihat sudah ada orang menempati mejanya. Dia pun bertanya kepada Tassia: Siapakah gerangan? Dijawab Tassia, “Proofreader baru”.
“Siapa namanya Tas?”
“Tono.”
Maka dengan percaya diri Ikram pun melangkah mendekati Tono, mengajak berkenalan. Dan bayangkanlah keterkejutannya ketika si Tono ini malah mengaku namanya “Ari”. Loh loh loh, katanya namanya Tono?
“Kata siapa?”
Ikram langsung teringat Tassia dan hmpf, dia pun sadar telah ditipu mentah-mentah.