Lima Tahun Sudah
Saturday, March 22, 2008
Rasanya setengah senang setengah sedih deh, membaca kronologi lima tahun penyerangan terhadap Irak di harian The New York Times edisi 18 Maret.
Senang karena ada kronologi yang disajikan begitu jelas dan menarik serta dengan foto yang hidup. Tapi juga sedih, karena atas nama keamanan dan demokrasi, sebuah negeri harus hancur berantakan. Kena cap sebagai bagian dari “Poros Setan”. Kena ancaman. Pemimpin ditangkap dan mati di tiang gantungan—tepat di hari raya keagamaan.
Hingga akhirnya ratusan ribu nyawa melayang. Itukah keamanan? Itukah demokrasi?
Betapa menyedihkan. Saya memang bukan warga Amerika Serikat dan tak ada urusan dengan siapa presiden mereka mendatang. Tapi jika demi mengeluarkan pasukan AS dari Irak seorang Barack Obama harus menang, maka saya berharap banyak orang itu menang dan benar-benar jadi presiden. Dan benar-benar menyuruh pasukannya angkat kaki dari Irak. Oh, semoga dia menang.
Lima tahun sudah, ya ampun. Masih belum aman? Masih belum demokratis? Mau sampai kapan?
Senang karena ada kronologi yang disajikan begitu jelas dan menarik serta dengan foto yang hidup. Tapi juga sedih, karena atas nama keamanan dan demokrasi, sebuah negeri harus hancur berantakan. Kena cap sebagai bagian dari “Poros Setan”. Kena ancaman. Pemimpin ditangkap dan mati di tiang gantungan—tepat di hari raya keagamaan.
Hingga akhirnya ratusan ribu nyawa melayang. Itukah keamanan? Itukah demokrasi?
Betapa menyedihkan. Saya memang bukan warga Amerika Serikat dan tak ada urusan dengan siapa presiden mereka mendatang. Tapi jika demi mengeluarkan pasukan AS dari Irak seorang Barack Obama harus menang, maka saya berharap banyak orang itu menang dan benar-benar jadi presiden. Dan benar-benar menyuruh pasukannya angkat kaki dari Irak. Oh, semoga dia menang.
Lima tahun sudah, ya ampun. Masih belum aman? Masih belum demokratis? Mau sampai kapan?