Saya masih pelajar SMA kelas satu sewaktu yang namanya "internet" mulai mewabah. Ada warung internet baru buka di depan sekolah kami. Seberang jalan, di sebelah tempat pangkas rambut. Saya yang semula hanya suka nongkrong di barbershop pun lantas tertarik mencoba apa rasanya 'ngewarnet'. Meski tarifnya terhitung mahal buat saya -- kalau tak salah ingat Rp. 4 ribu per jam -- saya lumayan sering berselancar.
Sepulang sekolah, menunggu jam macet usai, saya kini nongkrongnya di Access. Buka-buka email (dulu kalau dapat email rasanya girang sekali), ngobrol-ngobrol di MIRC (sekali chatting banyak orang, tak satupun yang kenal), dan melihat-lihat website (termasuk juga yang porno, jujur). Buat saya dulu, main internet adalah sebuah kegiatan asyik tersendiri. Saya pergi ke warnet di Margonda, yang murah, sebelum pergi les Inggris.
Kerap kali saya melamun membayangkan apa nama yang enak buat email. Apakah kramput, ikramp, ikramputra, ikram_putra, atau nama fiktif. Nama fiktif karangan saya dulu spyderweb -- terilhami kasus pembobolan situs yang dilakukan remaja Filipina. Wah, banyak waktu saya terbuang mencorat-coret kertas. Saya bikin account dengan domain yahoo.com, yahoo.co.uk, mail.com, excite.com terus hotmail.com. Pokoknya norak lah.
Tapi saya tak sendirian. Ada
Andre, yang juga sama noraknya. Hehe.
Kelas dua, saya berhenti keranjingan internet. Masa itu masa susah, kalau dipikir-pikir. Saya mengalami patah hati remuk-redam (lantaran kecewa banget banget); kehilangan kawan baik (kami pisah kelas dan kemudian saya merasa dia lebih sibuk dengan pacarnya); bermasalah dengan teman satu band (saya melukai perasaan si gitaris); juga didamprat guru di ruang guru (tapi Pak Guru itu duluan yang cari-cari perkara).
Kelas tiga, saya praktis tak bersentuhan banyak dengan internet. Sampai di ujung tahun, untuk keperluan buku kenangan, masing-masing anak mencantumkan alamat emailnya. Saya lalu bikin yang baru, karena yang dulu-dulu nggak oke. Saya bikin email pakai nama musisi kesukaan saya. Sudah itu, sudah. Saya aktif kembali di internet setelah bikin blog, ikut-ikutan
Zaki.
UI Salemba. Tes psikologi. Ibu bilang, coba saja dek ikut, nanti kamu disarankan bagusnya masuk jurusan apa. Maka, pergilah saya. Disuguhi permainan kata-kata, menebak potongan gambar, disuruh menggambar pohon yang "ideal menurut kamu", menjumlahkan seabrek sederet angka yang berbaris ke bawah. Semuanya ini katanya demi mencari tahu di bidang apa bakat si Ikrom ini terpendam.
Saat ada pertanyaan tentang pekerjaan apa yang saya mau, saya bingung. Saya tak suka kerja kantoran. Mesti bercelana bahan, pakai tali pinggang dengan kepala logam, kemeja polos dimasukkan, bersepatu kulit dan mengkilap, duduk di belakang meja. Syukur-syukur pakai dasi. Yang enak itu kayak bapaknya Vicky, cukup kerja dari rumah saja. Kalau nggak salah, dia kerja sebagai web apaaa gitu. Ah, akhirnya saya tulis saja "internet" di isian cita-cita.
Hasil tes keluar. Manajemen/Sistem Informatika, Komunikasi/Penyiaran, dan Manajemen Pemasaran.
Dan, nasib berkata lain. Bagaimana mungkiin... Informatika ITB itu passing grade-nya tinggi selangit. Ilmu Komputer UI juga. Sedangkan Komunikasi dan Manajemen UI? Sudahlah mesti ambil IPC, keduanya juga favorit anak-anak IPS. Selanjutnya, terdamparlah saya mempelajari lautan, di kota yang satu-satunya lautan yang dia punya hanyalah lautan api dan lautan asmara ini.
***
"Mas, waktu itu ngajak makan siang ada apa?"
"Oh, ini Kram. Kamu katanya mau magang di Pantau?"
"Mau, kalo emang bisa mah. Saya soalnya libur panjang, masuk lagi 22 Agustus."
"Kebetulan, kita lagi butuh orang buat ngurusin website. Kamu mau ya?"
"Tapi saya cuma bisa sampe Agustus awal, kan mesti daftar ulang segala macem."
"Ah, ngurusin website kan bisa dari mana saja."
Sumpah, waktu
Mas Andreas bilang "ngurusin" saya pikir itu hanyalah sebatas updating data. Dan waktu dia bilang "website" pikiran saya tertuju pada pantau-foundation.blogspot.com. Ah, ini sih pekerjaan gampaaang. Dasar orang-orang sibuk... Sekedar update data ke blog saja, mesti menggunakan tenaga mahasiswa segala.
Pekerjaan yang gampang itu melayang pada Senin siang, pukul sebelas di Kebayoran Lama. Bersama Mas Andreas, Mbak Eva, Mas Kokoh, dan Mas Buset, saya ikut rapat rutin Pantau. Saat itulah saya tahu arti sebenarnya dari "ngurusin website". Itu beda jauh sama blogging. Andreas bilang dia mau menghidupkan lagi website pantau.or.id yang baru, yang dikelola Yayasan Pantau. Tidak lagi oleh Institut Studi Arus Informasi.
Andreas dan saya kemudian pergi ke Manggala Wana Bakti, ke kantor CBN, dua hari kemudian. Kami adalah dua orang yang sama sekali buta tentang penyelenggaraan internet, tapi tetap percaya diri. Untunglah Blume Riska, karyawati CBN itu, berbaik hati menerangkan seluk-beluk dengan bahasa orang bodoh. Domain itu alamat Bapak, sedangkan webcontent itu isi rumah Bapak. Nah, kalo pointing itu menunjukkan alamat, katanya.
Dua minggu setelah itu, saya tak mengerjakan apapun. Bingung hendak apa. Menunggu ilham jatuh dari langit.
Upi alias
Principia alias juga
Dhani, teman saya di Boulevard, memang sudah mengerjakan dua desain (Andreas suka yang warna biru) tapi itu tak membuat saya tergerak. Tetap, bingung hendak apa. Kalau gambar sudah jadi, terus diapakan?
Saya datang beberapa kali ke Bisminet 21, di daerah Kober, Margonda. Ada paket 5 jam seharga Rp. 10 ribu yang saya gunakan buat melahap lissaexplains.com (website pelajaran html untuk anak-anak). Lumayan, jadi dapat pencerahan sedikit. Apalagi ada Edo, lulusan Informatika ITB, yang menemani saya lewat Yahoo Messenger. Tiap kali saya bertanya padanya, jawabannya sungguh menolong -- buat ukuran anak IF.
"Software yang enak pake apa, Do?"
"www.macromedia.com"
"Kalo mau belajar-belajar gitu, buat pemula, dimana ya?"
"www.techscience.com"
Yah, bagaimanapun, saya tetap bilang terimakasih ke Edo.
***
Senin lagi. Pukul tujuh pagi saya terbangun dan melihat ada lima sms baru di telepon saya. Ini bukan hari ulangtahun, jadi saya agak heran. Biasanya nggak selaris ini saya. Oh ternyata, ayahnya Reza Prima, kawan sejak SMP, wafat dinihari tadi. Semua sms itu sms berantai. Segera saya mandi, bersiap-siap ke rumahnya. Saya terpaksa tidak datang rapat rutin Pantau.
Tapi rupanya di sanalah awal pencerahan. Di rumah Reza, ada Aga yang berkuliah di IT Perbanas. Sejak SMA dulu saya sudah mengenalnya sebagai peminat komputer, handphone, teknologi, dan gadget. Saya juga menyebutnya "ahli fontologi" karena begitu dia lihat sebuah kumpulan huruf, dia bisa cerita apa font-nya.
Aga orangnya jangkung, kurus, berambut cepak, dan berkacamata. Mukanya serius, tapi kalau tertawa bahunya berguncang naik turun -- justru jadi sebuah kelucuan baru. Selera musiknya juga aneh. Saya mungkin hanya kenal The Cardigans, dari sederet artis favoritnya.
Malam harinya, saya ke rumah Aga. Les privat hingga tengah malam. Aga guru les yang baik. Begitu dia tahu latarbelakang saya cuma seorang blogger, dia berhenti menerangkan tentang asp dan php. Juga soal database atau sql. Hiyah.
Lalu, setelah berkutat malam itu juga, saya berhasil membuat satu desain awal yang... kering. Sepi. Nggak nyeni. Saya pun mulai merasa oseanografi sebagai berkah, setelah sekian lama menganggapnya azab.
***
Wah, panjang juga yak. Hehe, inilah keluh kesah seorang web designer (eh, apa web programmer?) amatiran. Sekarang saya sudah mencicipi ketiga saran psikotest itu. Semuanya nggak pakai teori. Langsung praktek.
Terimakasih ya, mau membaca.