Pada suatu pagi saya ada urusan dengan seorang teman di gedung Bursa Efek Indonesia di kawasan bisnis Sudirman Jakarta. Kebetulan saya sedang membawa mobil ayah saya dan – karena tak punya stiker – terpaksa parkir di tempat lain dekat-dekat situ.
Entah karena buru-buru atau sedang hilang fokus, saya tak sengaja meninggalkan kunci mobil di dalam. Begitu tersadar saya langsung panik dan menghubungi penjaga parkir untuk meminta dia memberi perhatian ekstra terhadap mobil itu.
Bukan apa-apa, keselamatan mobil sangat menentukan keselamatan diri saya di rumah nanti. Setelah dia setuju, saya pun beranjak ke BEI.
Sore harinya, saya lihat mobil masih ada dan tak kurang suatu apapun.
Sekarang tinggal cari cara masuk ke dalam mobil. “Pak, boleh pinjam penggaris besi?” kata saya kepada penjaga parkir. Ini cara paling mudah dan klasik yang dilakukan orang ketika kunci mereka ketinggalan di dalam mobil. Yang kita lakukan adalah memasukkan penggaris besi ke sela-sela jendela pintu pengemudi, lalu menekan-nekannya ke bawah sampai tuas kunci secara ajaib terangkat sendiri.
Saya lumayan percaya diri. Bertahun-tahun lalu saya pernah berhasil melakukannya kepada mobil eyang kakung saya. Dia waktu itu senang betul sampai-sampai saya dikasih duit lalu dibolehkan membawa mobilnya jalan-jalan.
Tapi sepertinya dulu saya sekadar beruntung. Sebab saat ini sudah 20 menit lebih saya sogrok-sogrok pinggiran pintu mobil ayah saya, tuas kunci tetap saja anteng.
“Dipanggilkan tukang kunci saja ya dek,” kata penjaga parkir. Saya mengangguk lemah. Dengan ojek dia pergi menjemput tukang parkir dari daerah Santa.
Beberapa lama kemudian (dua batang rokok lah) mereka pun kembali.
Si tukang kunci bertanya kepada saya, “Ini mobil apa?” lalu saya jawab “Proton”.
“Biayanya agak mahal ini.”
“Berapa duit?”
“75 ribu.”
Alangkah mahalnya. Saya cuma punya duit Rp 20-an ribu di tangan. Saya berusaha menawar, tapi tentu saja tak berhasil. Posisi saya seperti Indonesia yang berhadapan dengan Amerika Serikat. Orang awam juga bisa lihat posisi siapa yang lebih kuat.
Buru-buru saya telefon teman saya yang kantornya di BEI tadi. Mau pinjam duit. Sementara itu, saya memberi aba-aba kepada tukang kunci untuk menunaikan tugasnya.
“Halo Chit? Gua pinjem duit dong buat bayar tukang kunci mobil gua kuncinya ketinggalan di dalam!”
Melalui ekor mata, saya masih bisa melihat si tukang kunci bersiap-siap. Ia mengeluarkan seutas kawat besi dari kotak peralatannya, membengkokkan ujungnya menjadi semacam kait.
“Ini tukang kuncinya lagi kerja. Kira-kira lima menit lagi beres deh.”
Si tukang kunci memasukkan kawatnya ke sela-sela jendela, lalu mengangkatnya kembali. CREK. Seketika tuas kunci pun terangkat.
“Eeeh Chit ni tukang kuncinya udah kelar cepet banget. Ntar gua telefon lagi.”
Seolah tak mempercayai penglihatan sendiri, saya bertanya kepada tukang kunci apakah tugasnya benar-benar sudah selesai. Bukannya menjawab, dia malah membukakan pintu mobil seraya memandang ke arah saya. Kemudian dia menggulung kawat besi dan memasukkannya kembali ke kotak peralatan.
Gila. Nggak sampai 10 detik.
Saya membayangkan kalau saya punya keahlian seperti dia sejak dulu, mungkin eyang saya saking senangnya malah akan membolehkan mobilnya dibawa jalan-jalan selamanya oleh saya. Alias dihibahkan.
Akhirnya karena tak punya uang, saya minta dia masuk mobil lalu kami bersama-sama pergi menemui teman saya untuk meminta pinjaman. Kasihan juga si tukang kunci. Waktunya lebih banyak dihabiskan di jalan ketimbang bekerja.
PS. Tolong jangan bilang-bilang ayah saya kalau kunci mobilnya pernah ketinggalan di dalam. Kamu tahu kenapa...