Commitment is about doing whatever it takes.—Anonymous

Lima Tahun Sudah

Saturday, March 22, 2008

Rasanya setengah senang setengah sedih deh, membaca kronologi lima tahun penyerangan terhadap Irak di harian The New York Times edisi 18 Maret.

Senang karena ada kronologi yang disajikan begitu jelas dan menarik serta dengan foto yang hidup. Tapi juga sedih, karena atas nama keamanan dan demokrasi, sebuah negeri harus hancur berantakan. Kena cap sebagai bagian dari “Poros Setan”. Kena ancaman. Pemimpin ditangkap dan mati di tiang gantungan—tepat di hari raya keagamaan.

Hingga akhirnya ratusan ribu nyawa melayang. Itukah keamanan? Itukah demokrasi?

Betapa menyedihkan. Saya memang bukan warga Amerika Serikat dan tak ada urusan dengan siapa presiden mereka mendatang. Tapi jika demi mengeluarkan pasukan AS dari Irak seorang Barack Obama harus menang, maka saya berharap banyak orang itu menang dan benar-benar jadi presiden. Dan benar-benar menyuruh pasukannya angkat kaki dari Irak. Oh, semoga dia menang.

Lima tahun sudah, ya ampun. Masih belum aman? Masih belum demokratis? Mau sampai kapan?

Menjadi Proofreader

Sunday, March 02, 2008

Selama tiga bulan ke depan, saya akan bekerja sebagai proofreader untuk suratkabar The Jakarta Post.

Lima hari sepekan, empat jam sehari, mulai jam delapan sampai dua belas malam, saya akan berada di kantor memelototi halaman contoh cetakan—yang disebut juga plot, proof, atau dummy. Saya harus menemukan dan menandai setiap kesalahan yang mungkin terdapat di halaman percobaan itu, supaya diperbaiki sebelum naik cetak.

Salah fakta. Salah ketik. Salah ejaan. Salah paragraf. Salah kalimat. Salah foto. Salah iklan. Pokoknya semua. Jangan. Sampai. Terloloskan.

Ah, ini akan jadi pekerjaan yang menyenangkan. Pertama, saya tak terlalu asing dengan lingkungan kerjanya. Kebetulan pernah magang sebagai reporter di sana akhir tahun lalu.

Kedua, saya cocok dengan jam kerjanya. Jakarta malam hari? Jakarta yang lebih nyaman.

Ketiga, saya sudah akrab betul dengan apa yang harus dikerjakan. Memeriksa kesalahan sudah saya lakukan jauh hari ketika menjadi pemimpin redaksi di sebuah media mahasiswa. Sejak saat itu saya malah kebablasan menjadikannya hobi yang sukar dihentikan sampai sekarang.

Seperti kena kutukan, radar saya selalu berjalan tidak bisa dimatikan. Tekanan darah saya selalu meningkat bila membaca tulisan yang mengandung salah ketik—padahal itu soal sepele seperti pavorit atau mahfum. Namun anehnya, meski selalu sebal, ada bagian dari diri saya yang merasa senang sebab itu berarti jadi ada bahan menulis blog :P

Alasan keempat? Saya jadi bisa berbuat lebih. Kalau sebelumnya lewat blog saya hanya mampu memperlihatkan kesalahan (dengan harapan semoga diperhatikan dan diperbaiki), sekarang saya punya kesempatan mencegah kesalahan itu muncul ke permukaan! Mungkin ini lebih bermanfaat bagi masyarakat.

Alasan kelima, tentu karena saya mendapat bayaran. Dan ini sedikit bikin canggung. Bingung juga kan kalau ditanya orang “kamu dibayar untuk mengerjakan apa?”. Yang terpikirkan sekarang sih jawabannya seperti ini:

“Saya dibayar untuk mencari-cari kesalahan.”

tentang saya

tulisan sebelumnya

arsip

IkramPutra©2010 | thanks for stopping by