Commitment is about doing whatever it takes.—Anonymous

Saya Terlambat Sampai di Awiligar Sore Itu

Wednesday, October 11, 2006

Saya terlambat sampai di Awiligar sore itu. Berulangkali berkunjung ke daerah itu rupanya tidak menjamin kalau dari Tubagus Ismail saya bakal mahir membedakan ke arah mana yang Awiligar dan mana yang Cigadung. Untung saja Dicky penyabar. Kalau saya jadi dia, saya pasti sudah cepat kesal bilamana memboncengkan seorang yang sok tahu jalan padahal tidak. Yang setiap kali bilang mesti belok sini belok situ, sedetik kemudian meralatnya dengan ucapan "eh... kalo nggak salah lo ya, gua juga lupa-lupa inget."

Untunglah akhirnya rumah Nindita ketemu (hah, memangnya pernah hilang?). Begitu masuk saya langsung menuju meja makan tempat segala keripik pedas seperti jajanan anak SD terhidang. Rata-rata merah dan pedas — seperti yang saya bilang tadi. Ada keripik dari singkong, kentang, dan tepung entah tepung apa tapi enak. Lalu saya sikat kurma. Dengan begini resmilah sudah bulan Ramadhan kali ini. Saya makan kurma di hari yang kesepuluh.

Saya putuskan untuk sholat sekarang sebelum ketagihan makan keripik yang enak dan, seperti saya bilang tadi, pedas ini. Saya sholat di dalam kamar depan berjamaah dengan Andi. Selesai sholat, Joe yang sedang duduk di kursi ruang tamu tersenyum-senyum ke arah saya. "Ciee, Ikram sholat!" katanya. Saya nyengir saja. Setelah itu acara pun dimulai.

Ratna, anggota kami yang paling tua itu, tampil menjadi pembawa acara. Dia berterimakasih karena kami sudah bersedia datang. Semua orang diam. Beberapa cengar-cengir, terutama mereka yang mengidap sindrom "tak-bisa-serius-di-forum-pasti-ada-saja-yang-lucu". Lalu Andi berbicara sebagai ketua angkatan dan disusul Nindita atas nama tuan rumah. Pidato mereka berdua sungguh bertolak-belakang. Andi panjang lebar soal betapa ini mungkin adalah kumpul-kumpul kami terakhir. Sedangkan Nindita, dia cuma bilang tiga kata: makasih udah dateng!

Yeah, ini mungkin jadi kumpul-kumpul Omega 2002 yang terakhir. Saya sedih juga.

Tapi tak banyak waktu bersedih-sedih malam itu. Pertama, selesai pembukaan kami langsung makan nasi + ayam bakar. Dan kalau sedang makan umumnya anak-anak pada diam. Kecuali mereka yang tadi saya ceritakan punya penyakit tak bisa diam. Ada saja yang mereka tertawakan, dan apa saja mereka tertawakan.

Kedua, siap makan acaranya berlanjut ke permainan. Semua orang disuruh menulis satu pertanyaan dan satu hukuman. Nantinya satu korban akan diberi satu pertanyaan. Jika dia tidak bisa jawab maka dia kena hukuman. Entah siapa yang punya ide ini, tapi yang jelas pemimpin permainannya Titiani dan Natalina, duo serangkai yang bersama-sama sejak di TPB dulu. Mereka masih saja deh kompak bila disandingkan. Titi mengurusi pertanyaan, Lina hukuman. Saya ikut arus saja. Tulis asal-asalan dan serahkan. Beres.

Bosan diam, saya pinjam kamera Danar buat jadi tukang foto-foto barang sebentar. Permainannya ternyata lumayan seru kami semua tertawa keras sekali. Permainan cacat memang cocok buat orang cacat? Entahlah jangan tanya saya. Cuma memang ada beberapa pertanyaan yang sangat basi ("dimanakah pusat massa bumi?" -- di mana kek udah gede ini!). Tapi ada juga yang cerdas...

"Siapa yang lo kecengin pertama kali di angkatan?"

Hoho, teman saya itu mukanya langsung merah begitu kena pertanyaan ini. Apalagi di depannya, duduk sang pacar. Persis saat saya pikir dia akan dengan enteng menunjuk batang hidung si pacar, teman saya ini menengok ke samping kanan dan menjawab pelan, "Ableh". Semua orang ketawa makin keras seperti yang belum pernah lihat Srimulat.

Pas Titi kena giliran, itu yang paling seru. Sungguh kebetulan yang mengerikan kalau dipikir-pikir betapa pertanyaannya berbunyi "Kalau lo jadi Joe, lo bakal naksir Titi nggak?" Titi awalnya menolak menjawab, dia bilang mestinya si Joe dong yang jawab. Tapi kami nggak ada yang kasih ampun. Kami kan tak mau menghalang-halangi takdir yang mungkin memang bermaksud menyatukan keduanya suatu hari kelak. Kalau lo jadi Joe, Ti, kalau lo jadi Joe...

"Kalau gua jadi Joe, pastilah gua suka sama Titi," katanya lantang. Woaa, kami makin memekik berteriak tertawa lebih kencang lagi. Saya bersyukur tetangga kanan-kiri rumah rupanya tergolong kaum penyabar semua. Soalnya sampai permainan berakhir nggak ada tuh hansip atau Pak RT datang komplain. Enak juga warga sini.

Selesai permainan, satu-dua orang mulai berpulangan. Danang dan istrinya, Iva, malah sudah duluan dari tadi. Mereka sama-sama pakai baju warna jingga. Wawan sempat bilang dia iri melihat pengantin baru kami mesra sekali. Hihihi, namanya juga pengantin baru, ya kan. Rumah langsung jadi sepi dan tetangga bisa bernafas lega.

Ucil bilang dia pengen ngopi. Pergilah dia sebentar ke dapur dan muncul kembali dengan secangkir kopi di tangan. Lalu kami berdua duduk di teras samping sambil menghirup kopi nikmat itu (iyalah, gratis serta dibikinkan). Merokok satu dua batang juga deh sambil membahas rencana Ucil bikin media komunitas di lingkungan RW-nya. Saya bantu-bantu kasih ide, tulisan apa yang kira-kira bisa masuk ke media itu. Sedang enak-enak begitu, Ucil sepertinya dipanggil ke dalam. Kami melongok masuk.

Eh eh eh, kok di dalam sudah ada forum baru. Hebat memang mahasiswa-mahasiswa ini, pantas saja Soekarno dulu melarang lebih dari tiga orang berkumpul. Forum ini ternyata forum curahan hati pula. Ucil malam itu mendapat kehormatan menjadi pasien pertama. Pasien atau terdakwa ya? Soalnya dorongan untuk curhat lebih besar datang dari pihak pendengar daripada pihak pembicara nih.

Ucil pun curhat, yang kalau menurut saya sih beda-beda tipis dengan klarifikasi. Setelah itu Dicky. Lalu saya. Tri pendek. Karena Nindita dilongkap, jadi ke Tri panjang. Gadang nggak. Abi dilongkap. Lanjut ke Yusi. Terus Awan deh. Topiknya sama semua tentang cinta. Tapi lain orang lain masalah. Soalnya meski sama-sama cinta, peliknya kan beda-beda. Selama mendengarkan pasien kami cekakak-cekikik sebab ada saja yang melawak (paling sering si Fahmi tuh).

Tiba-tiba pada malam itu saya menyadari, bahwa ukuran kedekatan seseorang dengan orang lain, agaknya bisa diukur dari banyaknya rahasia yang dipertukarkan. Sebab berbagi rahasia adalah soal berbagi kepercayaan. Dan mungkin juga karena penuh dengan kepercayaan, saya sangat menikmati seluruh obrolan malam itu.

Gadang bilang, selama empat tahun bersama-sama, ini forum yang paling dia suka. Saya sedih juga.

Saya terlambat sampai di Awiligar sore itu. Tapi saya bersyukur saya belum terlambat menyadari bahwa saya punya banyak teman di sini.

tentang saya

tulisan sebelumnya

arsip

IkramPutra©2010 | thanks for stopping by