Commitment is about doing whatever it takes.—Anonymous

Buat Soetrisno Bachir

Thursday, August 25, 2005

Bapak Soetrisno Bachir,

Saya sedang menonton konser grup musik GIGI malam tadi lewat TVRI. Mereka memang sengaja tampil eksklusif untuk perayaan hari ulang tahun TVRI ke 43. Sungguh sebuah konser yang bagus. Armand Maulana, seperti biasa, berjingkrak-jingkrak bernyanyi dengan suaranya yang dibikin parau. Dewa Budjana, meski sesekali kelihatan nyengir, tetap saja tampil kalem. Permainan gitarnya jangan ditanya, sungguh apik. Begitupun Thomas sang pemain bas. Juga si pemain drum, yang saya tak tahu siapa namanya.

Intinya, saya terhibur menonton mereka, Pak.

Tapi di saat jeda, ada sebuah tayangan ini. Dibuka dengan nasihat seorang ibu pada anaknya, dan ada orang-orang mengeluh.

"Nak, sekolah yang bener ya, bayar sekolah sekarang mahal,"

"Jaman sekarang, apa-apa mahal."

Lantas ada seorang perempuan sedang menjemur pakaian ikut menimpali.

"BBM dipikirin. Bikin pusiiing!"

Sampai disini, saya pikir ini adalah iklan layanan masyarakat biasa. Soalnya, tipenya mirip iklan layanan harga BBM, listrik, atau pilkada: norak. Anda tahu kan, isinya kebanyakan keluhan -- atau setidaknya reaksi negatif -- yang nantinya ditutup dengan datangnya seorang protagonis (biasanya Pak Lurah, atau Camat, atau mungkin malah Nabi) yang datang membawa harapan dan optimisme.

Begitu pula dengan tayangan ini, Pak. Sekarang kamera menyorot wajah bapak-bapak di warung, yang lagi pada murung. Lantas datang tokoh protagonis kita. Dia lalu berseru "Yang sudah, sudah" dengan bijaknya. Dia membawa optimisme persis seperti iklan-iklan layanan masyarakat itu.

Dia adalah anda, Pak.

Soetrisno-Bachir-Sarjana-Ekonomi.

Ketua Umum Partai Amanat Nasional.

Dan malam itu, keasyikan saya jadi hilang, Pak. Saya merasa terganggu melihat anda, entah apa maksudnya, tiba-tiba nongol menjadi tokoh protagonis kita -- membawa harapan dan optimisme -- di jeda konser GIGI. Tidak hanya sekali, namun beberapa kali.

Oh, saya hampir lupa, Pak. Saya lebih merasa terganggu lagi ketika melihat logo partai yang anda pimpin muncul di akhir iklan. Kalau tak salah ingat, jargonnya begini: PAN -- selalu yang terdepan.

Saya sadar bahwa sekarang adalah musim pilkada. Dan ini hajatan besar buat kalian partai politik yang ingin jago kalian menang dalam lomba itu.

Tapi tolonglah Pak, kalau mau curi-curi kampanye, yang elegan sedikit. Jangan terlalu ketahuan orang awam seperti saya. Jelek ah.

Saya,
Ikram Putra

------
TVRI: Televisi Republik Indonesia
Pilkada: Pemilihan Kepala Daerah
BBM: Bahan Bakar Minyak

Bersama Sepupu

Wednesday, August 24, 2005



Ini yang saya bawa dari Medan, selain dua kotak bika ambon dan satu tas berisikan pakaian kotor.

Kami pergi ke Medan Fair Plaza. Orang juga menyebutnya "Carrefour", sebab ada Carrefour disitu. Saya lantas tularkan kebiasaan anak Bandung: foto-foto. Hehe.

Dan ini beberapa kosakata baru yang saya dapat di sana. Pertamanya bingung juga adaptasinya, tapi lama-lama terbiasa juga kok. Unik.

doorsmeer = tempat cuci mobil/motor.
pasar = jalanan
pajak = pasar
motor = mobil
kereta = motor
raun = keliling-keliling
wayer = kabel

Eee, Cakep Nggak Yah?

Wednesday, August 10, 2005

Dia duduk di baris kanan, dekat jendela. Dari jendela itu dia bisa melihat sayap pesawat di luar. Ayahnya duduk di sebelah kirinya. Sejak tadi si Ayah selalu saja mengajak mengobrol. Padahal dia ingin mengamati gerakan sayap ketika take-off nanti. Naluri saintisnya kan tiba-tiba muncul.

Wajahnya ditempelkan ke jendela. Mesin jet sudah menyala dan pesawat maju sangat cepatnya. Dia merasa seperti naik roller-coaster. Dia bertahan menengok ke kanan meski seakan tertarik ke belakang. Wajahnya malah ditempelkannya lebih erat.

Pesawat lalu take-off, menukik dan tambah tinggi dalam satu gerakan. Dia gagal dalam praktikum observasi barusan. Yang didapatnya hanya rasa pegal di leher bagian kiri akibat terlalu bersemangat. Sekarang, tak ada yang bisa dilakukannya selain ngobrol dengan ayahnya. Topiknya media literacy, melek media.

Aduh duh. Ayah sebelah kiri. Pegel, pegel...

"Adek nyimpan file Pikiran Rakyat itu nggak?" ayahnya bertanya.

"Ada nih. Mau liat sekarang?" kata dia, sambil menunjuk laptop barunya.

"Boleh,"

"Bentar ya." Dia pun mengeluarkan laptop dari tas. Ayahnya membantu menarik meja kecil dari kursi depan, hingga dia bisa meletakkan laptop di meja itu. Dia membuka layarnya, menekan tombol power, menunggu sebentar hingga welcome screen muncul.

Dia mengetikkan password. Sekarang tinggal tunggu.

Tinggal tunggu.

Tinggal.

Tunggu.

Bunyi selamat datang terdengar. Desktop terpancang. Latar belakangnya?

Eh eh, kalo nggak salah backgroundnya kan...

Latar belakangnya hijau muda, dengan foto di tengah. Foto itu foto dua orang duduk bersebelahan. Mereka tersenyum; satu perempuan satu laki-laki. Yang perempuan senyum manis dikulum plus tai lalat di pipi kanan dekat bibir, si laki-laki senyum tidak jelas -- seperti menyeringai memamerkan gigi kelinci.

Kambing! Gua lupa...

Mereka berempat saling menatapi. Dia, ayahnya, serta si laki-laki dan si perempuan dalam foto itu.

Ayahnya diam. Dia pun lebih diam.

Say something, say something...

"Eee, cakep nggak Yah?" kata dia. Matanya mengamati raut muka si Ayah.

Okay, nice try. Now something else, something else...

"Caakeep, anak ITB juga?" kata ayahnya, tetap menatap layar.

"Iya, Teknik Industri 2004."

"Hmmm"

File-nya, file-nya!

"Eh iya Yah, ini nih file-nya..."

Roller coaster goyang sesekali. Pramugari hilir mudik. Dia kembali bercakap-cakap dengan si Ayah seakan tak terjadi apa-apa.

Tak lama habis itu, laptop dimatikan. Ganti topik.


------
Nyontek gaya tulisannya Batari, mumpung dia belakangan ini lagi doyan pake first person.

Kuntum Jatuh Sebelum Mekar

Friday, August 05, 2005

Berita tewasnya Soe Hok Gie dan Danvantari Lubis dalam bencana memanjat Gunung Semeru amat mengejutkan dan membuat kita tepekur. Dua pemuda yang dahulu berjuang untuk menegakkan nilai-nilai yang mereka mimpikan bagi rakyat dan bangsa mereka kini telah gugur bagai kuntum yang jatuh sebelum mekar. Soe Hok Gie, karena umurnya lebih tua, lebih banyak mendapat kesempatan untuk mengembangkan pikiran-pikirannya dalam tulisan-tulisan dan pembicaraan-pembicaraan.

Semoga kita yang mereka tinggalkan tidak melupakan mereka dan agar rakyat kita selalu akan ingat pada cita-cita perjuangan generasi muda kita ini, yang sampai sekarang masih belum juga tercapai.

Kita mendoakan semoga Allah Yang Mahakuasa akan menguatkan hati keluarga-keluarga yang mereka tinggalkan dan hati kita semua untuk meneruskan langkah di jalan yang tak ada ujung ini.

-Mochtar Lubis, dalam tajuk Indonesia Raya 23 Desember 1969

------
Rencananya sih, mau bikin review soal film Gie (Riri Riza, 2005). Tapi ternyata sepanjang film saya udah kebanyakan kritik dan komentar. Pulang nonton, teringat seperti pernah baca tentang Soe Hok Gie di kumpulan tajuk Indonesia Raya. Eh benar ada.

tentang saya

tulisan sebelumnya

arsip

IkramPutra©2010 | thanks for stopping by